Apo’s wife

“A-po?” Apo menoleh ketika merasa namanya disebut.

Manik matanya menangkap sosok wanita dengan dress biru yang cukup familiar untuknya.

“Ya?” Jawabnya ragu-ragu, pria itu tidak asing dengan wajah wanita di hadapannya,

Oh God, beneran Apo ya? Masih inget gue gak? Diana.” Tepat setelah wanita itu menyebutkan namanya, Apo seperti mendapat semua ingatannya.

“Diana Meliza?” Wanita itu mengangguk semangat, keduanya reflek saling berjabat tangan dan berpelukan setelah mengenali satu sama lain.

“Apa kabar Apo? Gue gak nyangka banget bisa ketemu lu lagi setelah sekian tahun.” Tanya Diana sambil memperhatikan Apo dari ujung kaki hingga kepala, masih tidak menyangka.

“Baik Na, gue juga gak nyangka ketemu lu lagi, lu baik juga kan?”

“Baik gue, cuma agak capek karena ngejar penerbangan kesini.”

“Penerbangan dari?”

“Hawaii, nyampe kemarin malam, ngejar acara hari ini.”

“Oh? Lu bakal balik lagi?”

“Iya, gue udah menetap disana Apo, gue balik karena acara tunangan kakak gue aja.” Jelas Diana lalu tersenyum.

“Kakak lu? Jadi lu dari pihak cowok?” Diana ngangguk.

“Lu dari pihak cewek ya? Gue baru tau lu keluargaan sama kak Ita.” Pria itu mengibaskan tangan,

“Bukan gue, pacar gue yang dari pihak cewek.” Ekspresi terkejut hadir di wajah Diana.

“Oh? Pacar lu? Yang mana?” Apo menggerakan kepalanya, mencari keberadaan Mile.

“Itu yang berdiri pakai jas biru.” Diana mengikuti arah telunjuk Apo.

“Kayak gak asing gue,”

“Iya emang mukanya pasaran.” Diana menyikut Apo.

“Bukan itu maksud gue Po.” Keduanya tertawa.

“Berarti nanti kita jadi satu keluarga dong.” Ucap perempuan itu antusias lalu menggoyangkan tubuh Apo.

“Belum tentu, kan gue statusnya masih pacar.”

“Iya juga sih, emang kalian udah berapa tahun pacaran?”

“Jalan 3 tahun.” Keduanya mengambil segelas champagne yang ditawarkan pelayan.

“Udah bisa naik ke jenjang yang lebih serius dong Po, atau pacar lu gak mau ngajak serius? Kalo gak mau lu nikah sama gue aja.”

“Lu masih naksir sama gue Na? Nanti gue didatangin cowok lu lagi kayak waktu itu.” Diana reflek meninju pelan lengan Apo.

“Kok lu masih inget aja sih kejadian bangsat itu, lu masih dendam sama gue ya?” Apo menggeleng lalu tersenyum,

“Gue gak pernah dendam sama lu Na, kalo sama mantan lu itu agak dendam dulu sekarang udah nggak lah, udah 10 tahun yang lalu.”

“Asli gue tiap inget itu jadi gak enak mulu sama lu, gue yang naksir lu tapi lu yang kena bogeman mantan sialan gue, sorry ya Po.” Apo menyentil pelan dahi Diana.

“Gak usah dipikirin lagi, kejadian udah 10 tahun lalu. Gue udah lupa malah, inget gara-gara ketemu lu lagi ini.” Mereka tergelak, kenangan dari jaman SMA mereka tiba-tiba teringat kembali.

“Lu gimana Na? Udah taken juga?” Diana mencebik,

“Kalo gue udah nikah, ngapain gue ngajak lu nikah Po.” Apo melebarkan matanya, cukup terkejut dengan fakta yang diucapkan teman sekolahnya itu.

“Lu bukannya punya prinsip nikah muda ya dulu.” Perempuan itu tertawa setelah diingatkan prinsip masa lalunya.

“Tadinya gitu, tapi setelah gue di selingkuhin sama mantan gue, akhirnya gue memutuskan untuk fokus sama diri gue dulu sekalian nunggu kakak gue nikah.”

Apo mendengarkan cerita Diana dengan baik, fakta bahwa keduanya terakhir bertemu ketika kelulusan SMA 9 tahun lalu tidak membuat keduanya canggung. Sebaliknya, perempuan itu menceritakan kisah hidupnya dengan lepas dan penuh tawa.

Diana juga menjelaskan jika dirinya memutuskan menetap di Hawaii setelah putus dengan mantan tunangannya dan menikmati kehidupannya disana.

Ia juga menanyakan kabar Build, Job dan Jeff.


Tanpa sadar keduanya telah berpindah tempat, dari berdiri menjadi duduk di salah satu meja, masih bertukar cerita.

“Tapi serius deh Po, penawaran nikah gue masih berlaku.” Apo tertawa, mengingat perempuan di hadapannya ini pernah malu-malu saat meminta nomornya ketika SMA dulu dan sekarang dengan sangat berani mengajaknya menikah.

“Tapi lu tau tipe gue Na.” Diana ngangguk,

“Gak masalah, nanti kita open marriage aja Po.” Lagi, keduanya terkekeh.

“Sayang,” Apo terkesiap ketika merasakan lengan yang tiba-tiba merangkul pundaknya, ia menoleh dan mendapati Mile yang berdiri di belakang kursinya.

“Eh Mile,” Apo hampir lupa dengan keberadaan Mile karena terlalu asik bertukar cerita.

“Diana, kenalin ini Mile,” Pria itu menunjuk sosok di belakangnya.

“Mile kenalin ini Diana.”

Keduanya saling berjabat tangan,

“Mile, pacarnya Apo.” Ucap Mile santai, tapi Diana bisa menangkap nada yang berbeda disana.

“Diana, calon istrinya Apo.” Apo melebarkan matanya, sedangkan kedua alis tebal Mile tertekuk bingung.

“Calon istri?” Tanya Mile memastikan lalu melirik Apo yang ikut terkejut dengan ucapan Diana.

Perempuan itu tertawa pelan,

“Bercanda, gue teman SMA nya Apo.” Jabatan tangan mereka terlepas.

“Teman SMA? Berarti temannya Jeff juga?”

“Iya, kenal Jeff juga?” Tanya Diana balik.

“Mile itu kakaknya Jeff, Na.” Balas Apo pelan.

“Ahhhh, pantes gue gak asing sama lu kak? Bang? Atau apa nih gue harus manggilnya?”

“Mile aja gak masalah.” Diana mengangguk.

“Kalo gitu Jeff juga harusnya disini dong? Kok lu gak bilang Po.”

“Lu gak nanya Na, tadi dia disini tapi balik duluan karena ada keperluan mendadak.”

“Oh pantesan, btw ini gue tinggal dulu ya Po, kakak gue nyuruh gue kesitu.” Apo ngangguk, setelahnya Diana berdiri, mengangguk ke arah Mile sebelum menjauh dari pasangan itu.

“Seru banget ngobrolnya.” Mile menduduki kursi yang sebelumnya ditempati Diana.

“Ya abisnya lu juga sibuk sama tamu yang lain Mile.” Balas Apo lalu merapikan kerah kemeja Mile.

“Kamu udah capek?”

“Capek sih nggak, cuma agak ngantuk aja.” Mile mengecek jam tangannya, hampir pukul 10 malam.

“Mau pulang sekarang?” Apo menggeleng,

“Bentar lagi kelar terus ada after party kan? Gak enak kalo balik duluan.”

“Katanya ngantuk, gak usah ikut -after party lah ya.”

“Ikut, tadi udah janji sama kak Ita.”

“Tapi kalo terlalu malam kelarnya, kita nginep sini, oke?” Apo sepakat, setidaknya ia bisa mengikuti acara keluarga Mile sampai selesai.