Charging

Apo masuk ke dalam mobil dengan satu paper cup kopi, Mile tidak memintanya, hanya inisiatif Apo untuk membawakan pacarnya hot americano.

“Nih,” ucapnya lalu meletakkan paper cup di drink holder mobil Mile.

“Tau aja aku belum ngopi dari pagi.” Balas Mile lalu menatap Apo.

“Udah hafal.” Setelahnya pria yang lebih muda merentangkan tangan yang langsung disambut Mile, keduanya berpelukan.

Yang lebih tua menyandarkan kepalanya di bahu Apo, menghirup dalam aroma tubuh pacarnya itu.

Charging mode on.” Bisik Apo dan dengan pelan ia menepuk punggung lebar Mile, lalu beralih mengelus belakang kepala Mile.

Sesekali ia menggambar lingkaran-lingkaran kecil di punggung Mile dengan telunjuknya, membiarkan kepala Mile di bahu kirinya.

“Aku capek,” setelah saling diam beberapa menit, akhirnya yang lebih tua membuka suara.

“Iya.” Apo mengangguk, ia tidak bertanya apapun, membiarkan pacarnya yang akan bercerita dengan sendirinya. Pria manis itu memainkan helaian rambut Mile.

“Hari ini ada 3 meeting dari pagi, jam makan siang aja belum selesai tapi kepalaku udah panas banget.”

And still have another 3 meetings later, oh God.” Apo tersenyum di balik punggung Mile, selalu menyenangkan melihat si pria tahan banting itu mengeluh, terutama jika soal pekerjaan.

Seberapa keras dan seriusnya Mile dalam hal pekerjaan, pria itu tetaplah manusia biasa yang bisa mengeluh jika ada hal yang membuat ia terlalu stress. Sebelumnya Mile kurang suka mengeluh, atau lebih tepatnya pria itu akan menanggung segala bebannya seorang diri.

Tapi setelah menjalin hubungan dengan Apo, secara perlahan ia membuka diri dan menumpahkan segala keluh kesah tentang pekerjaan atau hal lainnya kepada Apo. Dan pacarnya akan mendengarkan dengan sangat baik tanpa menyela ataupun menyalahkan dirinya.

Mile finally found his happiness source.

Should I resign from my own company?” Mile menghela nafas.

“Kan udah gue bilang, gaji gue masih bisa lah kalo buat ngasih makan kita berdua sama kucing-kucing kita, asalkan gak buat bayarin hobi gitar lu aja sih Mile. Soalnya gaji gue sama gitar lu masih mahalan gitar lu.” Apo mengelus punggung Mile.

“Jadi kalo mau resign ya resign aja, masih ada gue yang kerja.” Ucap Apo santai masih mengelus punggung Mile yang tiba-tiba bergetar, pria itu tertawa.

Pelukan mereka terlepas, keduanya tertawa.

“Tapi kalo lu jual gitar-gitar lu, tanpa gaji gue pun itu hasil jual gitar bisa buat lu hidup sampe beberapa tahun ke depan sih Mile.” Mata Mile menyipit, bahunya bergetar. Ucapan Apo sangat menghiburnya.

Bagaimana mungkin ia tega mengundurkan diri dari pekerjaannya, jika ia masih ingin membahagiakan pria manis di hadapannya saat ini.

“Jadi kamu mau nafkahin aku?” Keduanya saling berhadapan.

“Kenapa nggak?” Mile mengangkat alisnya satu,

“Berarti nafkahin as husband?” Apo mengernyit, dan detik selanjutnya pria itu merasakan panas di wajahnya, merona.

“Maksud gue, kan gak ada aturan cuma lu yang boleh jajanin gue. Gue juga bisa jajanin lu gitu.” Dengan cepat apo memberikan penjelasan yang dibalas kekehan pelan Mile. Pria itu bisa melihat pacarnya salah tingkah.

“Oke, nanti kalo aku udah capeeeeek banget dan gak bisa nge-handle perusahaan lagi, I will take my resign. But for now, aku masih mau capek-capek kerja dulu buat kamu, buat kita.” Mile mencubit gemas pipi kiri Apo, yang dicubit meringis.

“Terimakasih Po, udah mau dengerin keluhanku di tengah jam kerja kamu. You don’t even ask why, and just listen to me.” Apo ngangguk, ia tersenyum lebar.

Are you good now?” Mile menghembuskan nafas perlahan sebelum akhirnya mengangguk.

Pria itu mengecek jam di mobilnya, jam makan siang hampir selesai dan dirinya harus segera kembali ke kantor karena akan ada meeting lagi.

“Aku tadinya mau banget ngajakin kamu lunch, tapi udah ada janji meeting.”

That’s okay, nanti kan ketemu lagi.” Mile meraih kedua tangan Apo lalu menempelkan di pipinya.

Charging mode off, thank you so much babe.” Apo terkekeh.

Keduanya bertukar ciuman singkat sebelum akhirnya Apo keluar dari mobil Mile dan kembali bekerja, begitupun dengan pria yang lebih tua.