Forever Love

Ketukan di pintu mengalihkan atensi Ian dari layar komputernya,

“Permisi dok,” Ian mengangguk ke arah perempuan berseragam biru yang muncul dari balik pintu.

“Yang tadi pasien terakhir ya, dok,” Ucap perempuan itu lalu tersenyum.

“Oh? Udah sampai pasien terakhir?” Ian mengecek jam tangannya.

Ternyata sudah hampir jam pulang untuknya.

Okay terima kasih mbak Maya.”

“Sampai bertemu besok dok,” Ian tersenyum,

“Hati-hati pulangnya ya, mbak.” Perempuan itu tersenyum lalu mengangguk sebelum menutup pintu kembali.

Ian menghela nafas lalu melepas kacamata yang sejak siang bertengger manis di hidung mancungnya.

Tangannya meraih ponsel lalu menekan angka 1 dengan cepat.

“Kayaknya Mike udah di jalan deh.” Gumamnya setelah dering sambungannya terputus.

Iris cokelatnya menatap jendela yang sejak sore memperlihatkan hujan yang semakin deras.

Ian bawa tubuhnya untuk berdiri setelah memastikan seluruh pekerjaannya selesai,

I think, I'll get ice coffee sebelum Mike sampai.” Gumamnya lagi sebelum meninggalkan ruangnnya.


“Ian!” Yang dipanggil reflek menoleh,

“Belum pulang lo?” Tanya sosok dengan seragam yang sama dengan dirinya.

“Gue nunggu Michael, lo kenapa belum pulang Jor?”

“Lebih tepatnya, gue balik lagi. Nyaris ketinggalan nih.” Ucap sosok bernama Jordi sambil mengayunkan ponsel di tangannya.

“Michael balik hari ini ya?” Ian mengangguk sambil menyedot es kopinya.

“Bilang Michael pelan-pelan aja, jalan licin, tadi dekat sini ada yang hampir nabrak tro-” ucapan Jordi terputus setelah maniknya menangkap berita terkini yang sedang ditayangkan di lobi rumah sakit.

“Nabrak apaan Jor?” Ian menoleh bingung karena temannya itu tiba-tiba diam.

“Ian,”

“Ya?”

“Michael gak lewat tol kan?”

“Lewat harusnya, kenapa?” Dengan bergetar, tangan Jordi mengarahkan tubuh Ian menghadap televisi yang masih menyiarkan berita kecelakaan beruntun di salah satu jalan tol.

Dan detik selanjutnya, gelas kopi Ian meluncur bebas, menghantam lantai rumah sakit.


flashback

Ian tersenyum hangat, menghabiskan waktu dengan Michael di tengah sibuknya pekerjaan mereka adalah hal yang menyenangkan.

Dengan perlahan tangannya menggerakkan pisau dan garpu, memotong steak yang ia pesan.

Sedangkan Michael cukup gugup saat ini.

“Ian,” Panggil Michael, mengalihkan atensi Ian dari makan malamnya.

“Hm?”

Michael menghela nafas, mencoba menenangkan degup jantungnya.

Ian Manuel, the day we started talking, I had no idea this would be how it turned out. Falling in love with you was not planned at all, but it turned out to be the most perfect thing in my life. A love like ours happens once in lifetime. You're a godsend to me, Ian. You're just everything I have ever hoped for, the one that I thought never be real.

Ian menatap Michael yang mencoba merangkai kata dengan perasaan campur aduk,

Thank you for always be my side, being my biggest supporter all the time, my home, my forever favorite. When you came into my life, I realised that what I had always thought was happiness couldn't compare to the joy loving you brought me. You were an unexpected surprise to me and I will always choose you, Ian

Michael mengatur nafasnya lagi, lalu dengan perlahan meletakkan kotak beludru kecil yang sejak awal ia bawa di atas meja, tepat di hadapan Ian.

And I want to create all my remaining memories with you, so, will you marry me Ian Manuel?

Ian menutup mulutnya tidak percaya, ia sama sekali tidak menduga Michael akan melamarnya saat ini.

Iris keduanya bertemu, Ian bisa merasakan matanya memanas.

Pria itu mengangguk yakin, sebelum akhirnya buliran air mata turun membasahi wajahnya,

Yes, I will.” Michael tersenyum bahagia, diikuti tepuk tangan dan ucapan selamat dari seluruh tamu disana.

Michael memeluk tubuh Ian, menenangkan pria yang sedang terisak bahagia, lalu memasangkan cincin perak di jari manis kekasihnya.

I love you, Ian.” Bisik Michael.

I love you too, Mike.” Balas Ian lalu melepas satu kecupan hangat di bibir Michael.


“MIKE! MIKE! MIKE!” Tubuh basah Ian menghambur ke arah ruang operasi.

“Ian, sayang, tenang sayang.” Dengan sigap tubuh Ian ditahan perempuan paruh baya yang sedang berdiri di depan ruang operasi.

“MIKE! MIKE!”

“Sayang, tenang ya, sayang.” Perempuan paruh baya itu semakin memeluk tubuh basah Ian, mencoba menenangkan sosok yang sudah ia anggap anak sendiri.

“Bun, Mike bun, Mike bun, Ian mau ketemu Mike bun, tolong bun.”

“Iya sayang, nanti ketemu ya, sabar ya sayang.”

Tubuh Ian melemas, kakinya seolah tak bisa bertumpu dengan kuat.

Seluruh orang yang berada disana semakin merasa sedih setelah melihat Ian dan bunda Michael saling berpelukan.

Isak Ian terdengar jelas di depan ruang operasi.

Jerian yang sejak awal memperhatikan Ian pun berdiri lalu melepas jaketnya,

“Jangan sampai masuk angin, nanti kakak marah sama lo,” ucap pria itu lalu menyampirkan jaket di bahu Ian.

Ian menoleh, dan dengan cepat memeluk tubuh Jerian.

“Salah gue, semua salah gue Jer.”

Jerian menepuk punggung Ian.

“Harusnya gue gak minta Mike buat jemput gue Jerrr, semua salah guee!”

Tangis Jerian pun pecah bersamaan dengan Ian. Ia gagal menahan tangisnya.

Keduanya saling berpelukan, mencoba menguatkan satu sama lain.

“Bukan salah lo Ian, jangan ngomong kayak gitu.”

Ian hanya bisa terisak.

Pria itu nekat menerobos hujan karena mobil Jordi terjebak macet. Membiarkan tubuhnya basah kuyup, dan kali ini wajahnya pun kembali basah.

Thay's okay, kakak orang yang kuat.” Ucap Jerian mencoba menghibur Ian, dan menguatkan dirinya sendiri.


flashback

“Menurut kamu, ini cocok buat aku?” Tanya Ian sambil mematut dirinya di depan cermin.

“Cocok semua sayang, kamu pakai apa aja cocok.” Ian berdecak,

“Serius ih, aku bingung mau ambil yang ini atau yang itu.”

For me, aku lebih suka yang kamu pakai sekarang.” Ian menoleh,

“Kenapa?”

“Karena di mataku, warna putih sangat cocok buat kamu sayang.” Yang lebih muda kembali menatap pantulan dirinya di cermin, bibirnya tertekuk lucu ketika sedang serius.

“Kalau kamu galau, mau ambil semuanya aja? Kan bisa dipakai waktu acara malamnya?” Tawar Michael yang sejak awal memperhatikan Ian yang tengah bimbang dalam pilihannya.

Ian menggeleng,

“Jangan, kan malamnya mau santai aja.” Balasnya lalu mengangguk yakin.

“Aku ambil ini aja sayang, kayaknya emang bagusnya aku putih kamu hitam.” Michael terkekeh gemas,

Okay, berarti 3 minggu lagi final fitting ya?” Ian mengangguk mantap.


Ian mengatur nafasnya sebelum mendekatkan microphone ke arah bibirnya.

To my forever love,” Irisnya menatap ke arah Michael yang terlihat tampan dengan wedding tuxedo yang ia kenakan, dan cincin yang melingkar di jari manisnya.

Keduanya adalah pilihan Ian.

“Michael Reagan.” Ian tersenyum.

“Sayang, thank you for all the days that you made me feel loved and appreciated. You make me feel the way I've always wanted feel, and give me the kind of love I once only ever dreamed having. You said that I was an unexpected surprise for you, and for me, you were an unexpected precious gift that God sent to me and I'm always grateful for that.”

Ian kembali menghela nafas,

“Sayang, I may not tell you everyday that you mean the world to me but you do. The day you stepped into my life you changed it into something so beautiful and meaningful. I'm really happy for that.

Ian mendongak sebentar, mencoba menahan air matanya.

Michael Reagan, this is not goodbye, it's a thank you. Thank you for coming into my life and loving me everyday. Thank you for all memories I will never forget, but instead cherish forever.”

Ian tidak bisa menahan isaknya,

I love you with all of my heart Michael Reagan, but heaven love you more. I never regret it to chose you in this life and I'll choose you in the next. So, go in peace, sayang, you've earned your sleep.

Tangisnya pecah, tangan dengan cincin perak melingkar di jari manis itu mengusap pinggiran peti Michael dengan hati-hati.

Iris basahnya menatap sendu wajah Michael yang terpejam tenang dan tampan, sebelum akhirnya tersenyum dan berbisik,

I love you sayang, let's meet again in another life, Mike.”

©dearyoutoday