Gibran Alan

Natta terkekeh geli melihat percakapan antara teman-temannya dan Job di group chat mereka.

“Job masih berisik di grup Nat?” Tanya Asa penasaran,

“Masih Sa, dia mau nyusul kesini katanya, takut lu ngelirik cowok lain.” Asa mendengus.

“Balas Nat, kalau sampi nyusul, gue marah banget.” Natta tertawa,

Okay, ini gue balas.” Dengan cepat jarinya mengetik balasan untuk Job.

Asa memperhatikan sekitar mereka selagi menunggu Niti dan Biu, sampai manik matanya menangkap sosok laki-laki yang mendekat ke arah mereka dengan wajah yang cukup familiar.

“Nat, Nat.” Asa menyikut Natta.

“Hm?” Natta masih sibuk dengan ponselnya.

“Itu arah jam sembilan, kok gue familiar ya? Dia kesini tau Nat.” Bisik Asa masih menyikut Natta.

“Hah? Siapa?” Natta menoleh ke kiri, mengikuti arah pandang Asa.

“Mana sih?”

“Ini yang mendekat ke arah kita pakai kemeja biru.” Setelahnya mata Natta menangkap sosok yang dimaksud.

Belum sempat Natta mengenali wajah tersebut, pria dengan kemeja biru laut sudah berdiri di hadapan mereka dengan senyum yang cukup lebar.

Hallo? Natta kan ya?” Asa melirik Natta yang masih terdiam.

“Nat?” Lagi, Asa menyikut sepupunya itu.

“Hah? Oh? Iya gue Natta.” Natta mengangguk dengan ekspresi bingung yang jelas tergambar di wajahnya.

Oh God, great! Gue nyaris aja ngira salah orang. Lu masih inget gue Nat?” Alis Natta tertekuk, mencoba mengingat sosok di hadapannya.

“Gibran Alan? Tay? Remember?” Ekspresi Natta berubah di detik selanjutnya.

God! Kak Tay????” Pria itu mengangguk dengan senyum yang semakin lebar.

“Apa kabar kak? Random banget ketemunya disini.”

“Baik Nat, iya dari sekian banyak tempat kita malah ketemu disini, how are you Nat? Ini Asa kan ya?” Asa menoleh bingung, bagaimana bisa sosok di hadapan mereka mengenalinya juga.

Pretty good kak, iya ini sepupu gue, Asa. Sa ini kak Tay, masih ingat gak?” Asa melempar senyum canggung, pria itu tidak mengingat Tay sama sekali namun wajahnya cukup familiar untuknya.

“Lupa ya? Hahaha, wajar sih kita udah lama banget gak ketemu. Sekarang stay dimana Nat? Di Singapur?” Natta menggeleng,

“Nggak kak, ini cuma liburan aja sama yang lain.”

“Ahh, berarti masih di rumah lama? Atau udah pindah?”

“Gue udah pindah rumah kak waktu SMP, kak Tay stay disini?” Tay mengangguk,

“Iya Nat, tapi ini minggu terakhir di Singapur. Minggu depan gue udah pindah, balik lagi ke Indo.”

Oh really??? Sedih atau senang nih mau balik?”

“Lebih ke senang sih for now, semoga seterusnya gitu.” Keduanya tergelak.

“Nat, Sa, yuk.” Natta dan Asa reflek menoleh, kedua temannya sudah kembali.

“Oh mau jalan lagi ya, kalau gitu boleh tukeran kontak gak Nat? Kali aja bisa ketemu di Indo.”

“Boleh kak,” Natta mengambil ponsel Tay dan dengan cepat meninggalkan nomornya disana.

Thanks Nat, I’ll contact you later.” Keduanya tersenyum.

“Kalau gitu gue duluan ya Nat, Sa, see you guys later.” Natta dan Asa mengangguk lalu membalas lambaian tangan Tay yang sebelumnya mengangguk ke arah Biu dan Niti.

“Siapa weh?” Tanya Biu penasaran, masih menatap punggung Tay yang menjauh.

“Teman kecil gue sama Asa, cuma dia lupa.” Balas Natta sambil menunjuk Asa.

“Ohh, kok manggilnya kak?” Niti ikut penasaran.

“Kakak kelas, lebih tua juga.” Balas Natta lalu mengajak ketiga temannya untuk berpindah tempat.