Hari Terakhir

Axel reflek menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara pintu terbuka, gerak tangannya terhenti.

Ia dapat melihat sosok yang sudah menemani dirinya selama beberapa hari di Pattaya masuk dengan dua kantong plastik dari swalayan dekat hotel mereka.

“Jadi pulang hari ini Axel?” Tanya Jericho setelah menemukan Axel yang tengah sibuk merapikan tasnya.

“Iya,” Jawabnya singkat, entah mengapa ia merasa berat menjawabnya.

Jericho mendekat, ia meletakkan kantong-kantong plastik tersebut di atas sofa lalu mendudukan dirinya di atas kasur lalu.

“Duduk sini dulu Xel.” Yang lebih muda menuruti ucapan Jericho, ia duduk di samping Jericho, keduanya menatap balkon yang langsung mengarah ke pemandangan laut.

Are you sad now?” Axel menoleh, tidak menduga mendapat pertanyaan seperti itu dari Jericho.

Ia menghela nafas pelan,

“Gue tau ini salah Jer, dari awal juga lo udah bilang kalo ini semua just for fun, dan gue setuju, gue paham.” Jericho melirik sebentar ke arah Axel yang sekarang menatap jari-jari kakinya.

“Tapi gue gak bisa bohong kalo emang gue feeling a little bit sad now, gue gak baper kok Jer, tenang aja, gue cuma apa ya, kayak feeling blue all of sudden?” Lanjut Axel yang cukup bingung menjelaskan perasaannya sekarang.

“Gue ngerasa kita click in some ways? Mungkin itu yang akhirnya bikin gue mellow dikit.” Jericho terkekeh pelan, Axel sontak menoleh bingung.

“Jangan ketawa ih, gue beneran ini loh.” Axel juga bingung kenapa tiba-tiba sosok di sampingnya terkekeh.

Jericho melingkarkan kedua lengannya di pinggang Axel,

“Iya maaf ya Xel, gue gak maksud ngetawain lo.” Yang lebih tua meletakkan dagunya di atas bahu Axel.

“Gue cuma ngerasa kalo lo itu lucu, gue gak masalah kalau emang lo ngerasa sedih Axel, perasaan itu valid, jadi gak perlu khawatir ya.” Lanjut Jericho lalu mengecup pipi kiri Axel.

“Kita emang setuju hubungan ini sebatas for fun aja, but your feeling is valid, sedih karena mau pisah itu wajar apalagi kita udah bareng empat harian ini.”

“Gue minta maaf ya karena gak bisa ngelakuin apapun untuk perasaan sedih lo itu.” Axel menggeleng cepat,

“Nggak Jer, lo gak perlu minta maaf, gue cuma mau jelasin aja apa yang gue rasain sekarang.”

“Iya, sekarang gue paham, terimakasih ya Axel udah mau jujur sama gue.” Axel menoleh, gerakannya membuat hidung mereka saling bersentuhan.

“Terimakasih juga udah mau dengarin gue Jer.” Jericho tersenyum lalu mengecup bibir pria di sampingnya itu.

My pleasure my princess,”

“Ihhh kok princess!” Axel mendorong tubuh Jericho, yang didorong tertawa.

“Loh kan emang suka dipanggil princess apalagi waktu-“ Dengan cepat Axel menutup mulut Jericho dengan tangannya.

“Jangan dilanjut.” Ia bisa melihat Jericho menahan tawanya dari lengkungan mata yang membetuk bulan sabit.

Alright, will shut my mouth.” Ucap Jericho lalu melakukan gerakan seolah mengunci mulutnya.

You better do that.” Lagi, Jericho mengecup gemas pipi Axel.

“Sekarang gantian, gue juga mau jelasin sesuatu.” Axel menoleh,

“Jelasin apaan?”

“Besok jadwalnya ke Chiang Mai kan?” Axel mengangguk.

“Kebetulan besok juga waktunya gue pulang ke Indonesia Xel.” Ah entah mengapa Axel jadi semakin sedih mendengarnya.

“Karena dari itu gue harus ke Bangkok juga.”

“Oke, terus?” Jericho mencubit hidung Axel pelan.

“Awww, kenap dicubit sih.” Protesnya.

“Habisnya lemot.”

“Dih? Lemot apaan?”

“Kita ke Bangkok bareng hari ini.” Axel mengerjap cepat,

“Hah? HAH? Seriusan?” Jericho mengangguk.

Pria yang lebih muda menjadi antusias, setidaknya ia masih punya waktu beberapa jam kedepan sampai keduanya benar-benar berpisah.

“Gue juga sewa mobil,” Axel memeluk leher Jericho tanpa aba-aba, membut pria itu hampir limbung ke belakang.

Happy?” Axel mengangguk semangat, sedangkan Jericho mengelus punggungnya.

“Mau berangkat sekarang? Jadi nanti malam kita bisa makan di China Town, katanya ada tempat yang lo mau cobain?”

“Mau! Mau! Gue kelarin beres-beresnya dulu.”

“Okay,” keduanya saling melepas kecupan sebelum kembali untuk merapikan barang-barang mereka.