IBU

Setelah meminta bantuan New, sekretaris pribadi Tawan, Apo segera mengetikkan pesan untuk bos-nya mengenai dirinya yang tidak bisa hadir di RUPS besok pagi.

Layar ponselnya menggelap setelah ia selesai mengirimkan pesan ke Mile, baterainya habis.

Pria itu tidak sempat membawa apapun selain dompet dan ponselnya, karena ia sengaja meninggalkan ransel di kantor dengan tujuan memudahkannya untuk mengatur dokumen besok pagi, namun ternyata semesta berkata lain.

Untungnya sang adek sudah memberitahu mengenai informasi seputar rumah sakit dimana tempat ibunya dibawa setelah kecelakaan.

Ia menghela nafas, sisanya ia akan pikirkan lagi nanti.


Apo melangkah tergesa menuju IGD di salah satu rumah sakit, tempat dimana ibunya dibawa. Dengan buru-buru ia membuka pintu ruang gawat darurat lalu segera menuju meja informasi.

“Selamat malam pak, ada yang bisa dibantu?” Tanya seorang perawat dengan sopan.

“Malam, saya wali dari ibu Vera Paramitha, boleh tau posisi ibu saya dimana sekarang?” Perawat itu mengangguk, lalu membuka buku besar di hadapnnya.

“Tunggu sebentar pak biar saya cek.”

“Ibu Vera Paramitha sudah dibawa ke ruang anggrek nomor lima ya pak.” Apo mengernyit,

“Kondisinya bagaimana ya sus? Kenapa sampai perlu rawat inap?”

“Karena dokter curiga ada kemungkinan retak atau patah tulang, jadi disarankan untuk rontgen besok pak, selain itu kondisi ibu Vera lemas ketika datang, jadi sedang di infus.”

Perasaan Apo campur aduk setelah mendengar penjelasan perawat di hadapannya, setelahnya ia mengucapkan terimakasih dan segera menuju ruangan yang dimaksud.


Kedua orang di dalam ruangan menoleh kaget ketika melihat pintu terbuka, sedangkan Apo menghela nafas lega setelah melihat kondisi ibunya.

“Kakak kesini juga? Kok adek gak bilang?” Sang ibu terkejut atas kedatangan anak sulungnya.

Apo mendekat ke arah ibunya yang terbaring cukup lemas, lalu mengecup kedua pipi ibunya.

“Ibu lagi sakit kenapa bawa motor?” Tanya Apo setelah memastikan kondisi ibunya.

“Ibu tadinya mau beli obat, tapi ternyata malah langsung ke rumah sakit.” Balas ibunya dengan nada bercanda, perempuan paruh baya itu mencoba menenangkan anak sulungnya yang terlihat kacau.

“Kakak, ibu baik-baik saja, gak perlu panik ya. Ibu minta maaf kalau kurang hati-hari, minta maaf juga kalau naik motor dalam keadaan sakit, tapi kakak gak usah panik ya sayang.” Sang ibu mengelus kepala Apo dengan tangan yang masih tertusuk jarum infus.

“Ibu jangan diulang lagi ya, kalau sakit sekali bisa minta tolong tetangga, atau bisa minta tolong bang Mario kan?” Ibu mengangguk, lalu kembali mengusap kepala anaknya.

“Terus yang katanya dicurigai retak atau patah mana?” Natasit, sang adek menunjuk tangan kiri ibunya.

“Ini kak, cuma belum tau pastinya, besok harus rontgen.” Apo mengangguk,

“Berarti perlu urus administrasi?”

“Tadi udah aku urus kak, biar ibu dapat kamar, jadi udah beres.” Apo kembali mengangguk,

“Kak Po udah makan? Tadi aku nanya lewat chat tapi gak dibalas, mau aku beliin makan sekalian tadinya.”

Ah iya, ponselnya mati.

“Iya handphone kakak habis baterai, nanti kakak beli sendiri aja.”

“Kamu dari kantor langsung kesini kak?” Tanya ibunya yang baru menyadari pakaian Apo terlalu rapi untuk sekedar datang ke rumah sakit.

Apo terkekeh,

“Iya bu, tadi buru-buru banget,”

“Astaga kak, mau mandi disini? Itu adek bawa baju ganti kan.” Nata mengangguk, walaupun badannya terlihat lebih kecil dari sang kakak, tapi ukuran baju mereka tidak jauh berbeda dikarenakan tubuh kakaknya yang ramping.

“Iya nanti kakak mandi, ibu istirahat aja.” Perempuan paruh baya itu tersenyum hangat, walaupun kondisinya sakit, ia sangat senang bisa melihat kedua putranya saat ini.

“Kakak, jangan terlalu capek ya, adek juga, kewajiban memang harus dijalani tapi hidup juga harus dinikmati, okay?” Kedua adek kakak itu mengangguk, diam-diam mereka juga merindukan hangatnya sang ibu.

©dearyoutoday