Jason & Gema

Angin di bukit bertiup itu pelan, menggoyangkan helai rambut kedua insan yang duduk bersebelaham. Tak seperti biasanya, sore kali ini terasa turun perlahan, membawa gelap langit.

Jason dan Gema duduk bersebelahan di bangku kayu yang mulai lembab karena embun. Tempat itu biasanya penuh tawa dan canda kali ini hanya hembusan nafas, dan detak jantung satu sama lain yang terdengar.

Gema menghela nafas, menatap kosong pemandangan sore hari di depannya sebelum akhirnya menoleh ke arah Jason dengan mata merah.

“Jadi… kamu maunya gimana?” suara Gema nyaris berbisik, gemetar tapi jelas.

“P-putus?”

Jason menatap langit yang mulai menggelap. Seperti semesta pun tahu, malam ini tak memberi harapan.

Pria itu ikut menghembuskan nafas,

“Kalau kamu nanya aku dan aku boleh milih...” Nafas Jason memberat.

“Aku maunya kita tetap bersama, tapi... apa bisa?” Lanjutnya pelan, mengawang.

Jason menoleh perlahan, menatap wajah yang ia hafal bentuknya bahkan dalam gelap. Wajah yang sekarang dipenuhi pertanyaan yang sulit dijawab.

Ia menarik napas, Jason bisa mendengar isak Gema,

“Aku gak marah sama kamu, sayang. Kamu tahu aku gak akan pernah bisa.”

“Kita ini… ketemunya terlalu manis, tapi mungkin memang ditakdirkan nggak sampai akhir.”

Gema langsung menggeleng, buru-buru menghapus air matanya. Tangannya meraih lengan kokoh Jason, lengan yang selalu bisa menopangnya di segala situasi.

“Tapi aku bisa ngomong ke oma... Kasih aku waktu sebentar ya? Aku bisa coba, sayang.”

“Tolong sayang. Aku mohon...” Isak Gema kembali,

Jason menatapnya dalam, penuh kasih, tapi juga luka.

“Aku tahu kamu akan coba. Tapi aku juga tahu hasilnya nggak akan berubah.”

“Dan kamu tahu itu, sayang.”

Mata Gema basah, kedua tangannya masih bertahan di lengan Jason.

“Sayang, my forever lil G.” Jason meraih wajah basah Gema, lalu mengusapnya perlahan.

“Kamu tahu aku selalu bisa mengusahakan semuanya untuk kamu, apapun itu, akan aku usahakan, sesusah apapun itu kalau untuk kamu, aku selalu bisa.”

“Aku bisa aja bawa kamu sekarang juga balik ke Thailand, kita tinggal disana, menikah disana, hidup bahagia disana, jauh dari semua masalah ini.” Lanjutnya dengan suara bergetar.

Ia tersenyum kecil, getir.

“Tapi aku tahu kamu gak bisa.” Suaranya nyaris putus.

“Dari awal kamu kembali ke Indonesia karena oma kamu. Karena beliau sakit-sakitan. Dan kamu bukan orang yang bisa ninggalin keluarga, apalagi di akhir waktunya.”

“Kamu gak salah, sayang. Gak ada yang salah dengan itu. Dan aku bangga, selalu bangga dengan kamu.”

Gema terisak, menutupi wajahnya. Tubuhnya gemetar.

Jason menyentuh pundaknya lembut, menenangkan.

Walau hatinya pun perlu ditenangkan,

“Kalau boleh egois, aku maunya kamu sayang, cuma kamu.”

“Tapi mungkin, cinta kita cuma dimaksudkan buat singgah, bukan tinggal.”

“Dan itu bukan sesuatu yang bisa aku lawan, kan?”

Mereka saling menatap. Mata Gema berkaca-kaca.

Ia meraih tangan Jason dan menggenggamnya erat, seolah belum siap melepas, tapi dirinya tahu tak bisa memaksa.

Jason benar, walau hatinya menolak keras.

“Aku takut.” suara Gema nyaris berbisik.

Jemari Jason bergerak merapikan helai rambut Gema yang sedikit berantakan tertiup angin.

“Aku juga, tapi aku tahu kamu bisa, sayang.”

Ahh, Gema akan sangat merindukan panggilan sayang itu.

“Aku—” Suara Gema menggantung, tapi Jason tahu pria itu menyimpan banyak hal yang ingin dikatakan tapi tertahan.

“K-kamu bakal lupain aku?” Jason menatap mata Gema yang sekarang terlihat bengkak,

Bagaimana mungkin ia bisa melupakan sosok yang sudah menghiasi hari-harinya selama ini? Membayangkannya saja Jason tidak bisa.

Jason menggeleng, pelan. “Enggak. Tapi aku akan belajar hidup tanpa kamu.”

“Aku akan belajar melepas kamu, mungkin akan memakan waktu, tapi aku akan usahakan itu. Jadi sayang, jangan khawatir tentang aku, aku akan baik-baik aja.” Balas Jason pelan,

“Kamu bahagiain oma ya... dan juga diri kamu sendiri.”

“Nikah dengan damai, yang sakral.”

Jason menunduk, mencium punggung tangan Gema perlahan.

“Aku akan sangat sedih dan marah dengan diriku sendiri kalau kamu gak bahagia, jadi tolong bahagia ya, Gema.”

Jason akhirnya melepas kata sayang,

“Dan aku bakal doain kamu, setiap malam, meski bukan lagi sebagai pacar kamu.”

“Aku gak kemana-kemana, aku akan tetap ada untuk Gema, karena aku akan selalu menjadi your big J, dan kamu akan selalu menjadi my forever lil G.”

Gema menangis, hatinya sakit luar biasa, rasanya seperti tercabik.

Ia harus melepas sosok yang sudah menjadi pondasi kehidupannya beberapa tahun belakangan ini.

Jason tidak pernah menuntutnya, selalu menerima dirinya, tidak pernah melarang apapun, dan selalu mendukungnya.

Pria yang selalu ada untuk Gema, kapanpun Gema butuh.

Jason, pria yang selalu membanggakan Gema di depan semua orang, pria yang selalu bisa membuat Gema tersenyum.

Jason, pria yang tak hanya besar fisiknya tapi besar pula hatinya, pria penyayang keluarga, dan Gema, tentunya.

Jason, satu-satunya sosok yang bisa menyembuhkan luka batin Gema, sosok yang punya kesabaran setinggi langit untuk Gema.

Dan Jason, sosok yang selalu mengusahakan apapun, bahkan jika ia perlu membeli seisi dunia ini untuk Gema.

Dan Gema harus melepaskan sosok itu sekarang.

Gema harus merelakannya, entah untuk siapa.

Sunyi kembali memeluk mereka. Bukit itu, saksi pertama ciuman mereka, kini jadi tempat melepas semua.

Dan malam itu, cinta tidak kalah karena kurang rasa.

Tapi karena semesta tak memberi cukup ruang untuk mereka bertumbuh bersama.

@dearyoutoday