NASI GORENG

Mobil Mile berhenti tepat di salah satu penjual nasi goreng di pinggir jalan yang sudah menjadi langganan Apo, tapi menjadi hal baru bagi Mile.

Apo menoleh sambil melepas seat belt-nya,

“Saya ditinggal aja pak disini, ini juga dekat sama apartement, jadi bapak bisa langsung pulang.” Mile mengernyit,

“Kata siapa saya mau pulang? Saya mau makan sama kamu, Natta.”

“Bapak mau makan sama saya?” Ulang Apo memastikan, seolah tidak percaya dengan ucapan Mile.

“Iya.” Mile ikut melepas seat belt-nya.

“Bapak serius mau makan disini?” Tanya Apo lagi, ia khawatir Mile tidak menyukai tempat dan makanannya.

“Iya serius, atau saya tidak boleh makan disini?” Apo menggeleng cepat,

“Boleh pak kalau mau.” Dengan begitu Mile turun dari mobil dan mengekori Apo.

“Duduk disini aja ya pak, kalau dekat sana asapnya suka ngebul.” Apo mengarahkan Mile duduk di salah satu meja yang paling ujung.

“Bapak mau makan apa?” Tanya Apo ke arah Mile yang terlihat memperhatikan sekitarnya.

“Saya ikut kamu aja, Natta.” Apo mengangguk, setelahnya ia menuju penjual nasi goreng yang sudah sangat dikenalnya.

“Bang,”

“Eh a’ Apo, mau pesan kayak biasa a’?”

“Yang biasa satu aja bang, punya saya. Biasa ya, pedas banget sama banyak acar, dipisah. Nah, yang satu lagi pedas sedang, tanpa acar ya bang. Minumnya, es teh dua.” Si abang mengangguk,

“Ini yang satu pakai telur dadar juga gak a’?”

“Iya bang,” setelah pesanannya tersampaikan dengan baik ke abang penjual, Apo kembali ke arah Mile yang duduk sambil menatap ke arahnya.

“Sudah saya pesan ya pak, ditunggu sebentar.” Mile mengangguk, ia juga tidak keberatan jika menunggu lama.

“Kamu sering makan disini, Natta?”

“Lumayan sih pak, cuma gak terlalu sering.” Mile mengangguk, pengalaman baru baginya untuk makan di pinggir jalan seperti sekarang ini.

Setelah hampir lima belas menit menunggu, abang penjual datang dengan dua piring nasi goreng pesanan Apo.

“Nah, ini pesanannya a’, satu nasi goreng kayak biasa, yang satu nasi goreng tanpa acar.” Dua piring nasi goreng tersaji di hadapan keduanya.

“Pantas atuh pesan nasi goreng biasanya teh satu aja, saya kira sama aa Job kayak biasa.” Celetuk abang penjual lalu tersenyum ke arah Mile.

“Iya bang, lagi gak sama Job, es tehnya mana?”

“Es tehnya sebentar, saya ambilkan.” Tidak lama setelah itu abang penjual kembali dengan dua gelas es teh.

“Temannya teh kasep pisan a’, kelihatan paling bening sendiri disini.” Apo terkekeh sambil mengangguk, menyetujui perkataan si abang penjual.

Penampilan Mile memang terlihat mencolok diantara pembeli yang lain, bahkan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka berdua terutama Mile, ketika turun dari mobil.

“Yaudah atuh, selamat menikmati ya aa.” Ucapnya lagi sebelum meninggalkan meja mereka.

“Terimakasih bang.” Balas Apo lalu mulai fokus dengan piring nasi gorengnya.

“Kamu kalau kesini sama Job?”

“Gak selalu sama Job sih pak, kadang sama yang lain, kadang juga sendiri kalau gak ada teman, cuma emang seringnya sama Job.” Balas Apo lalu menyuap nasi gorengnya.

Ah, akhirnya dia makan dengan nikmat.

“Oh, gitu.” Mile ikut menyuap makanannya.

“Tapi bukan berarti kita pacaran ya pak, waktu itu sudah saya jelaskan ke bapak, kalau saya sama Job itu cuma teman dekat aja. Gak pernah sama sekali kepikiran pacaran sama dia.” Mile bisa menangkap ekspresi lucu Apo yang sepertinya enggan sekali berpacaran dengan Job.

“Iya Natta, saya paham. Saya cuma nanya aja.” Apo mengangguk lalu kembali menyuap nasi gorengnya.

Keduanya menghabiskan nasi goreng diselingi obrolan ringan yang jauh dari hal pekerjaan, sepertinya mereka juga tidak ingin membahas pekerjaan saat ini.

“Bapak duluan aja ke mobil, ini saya bayar dulu.” Ucap Apo sambil berdiri dari kursinya.

“Tunggu Natta.” Mile menahan pergelangan tangan Apo.

Tangan kanannya bergerak cepat menarik keluar dompet dari saku belakang celananya.

You can pay with my money then.” Mile mencoba mengecek dompetnya, lalu mengeluarkan lembaran uang berwarna merah dari dompetnya.

How much is it?” Tanyanya ke arah Apo.

“Eh gak usah pak, saya aja yang bayar. Biasa juga gak sampai lima puluh ribu kok. Anggap aja ini saya yang traktir bapak ya.” Balas apo lalu terkekeh pelan.

Agak geli sendiri mengucapkan kata traktir di depan bosnya yang kaya raya itu.

Mile hampir menolak, namun kalah cepat dengan langkah Apo yang sudah menjauh darinya.


Keduanya sudah kembali duduk dengan nyaman di dalam mobil, kali ini dengan perut penuh. Apo pun mulai diserang rasa kantuk setelah kekenyangan.

“Natta,” Apo menoleh, bosnya itu belum juga menginjak pedal gas.

“Iya pak?”

Keduanya saling melempar pandang.

Next time, kalau kamu butuh teman makan nasi goreng disini, just let me know. Jadi, kamu nggak perlu makan sendirian.” Ucap Mile lalu tersenyum.

Tuhan, apa Apo boleh pingsan aja sekarang?

© dearyoutoday