Win dan penyesalannya
Sumpah Win gak terlalu percaya waktu Pong bilang kalo muter lewat parkiran itu jauh. Tapi setelah setengah jalan, ia menyesali keputusannya.
Ternyata parkiran hukum itu lebih jauh dari dugaannya.
Sialan!
Untuk menuju parkiran samping fakultas hukum, Win harus melewati gedung hukum yang luasnya menyamping, berbeda dengan gedung fakultasnya yang vertikal ke belakang.
Dan kebodohannya yang lain yaitu, jalan kaki.
Iya, Win jalan kaki menuju parkiran hukum karena ia pikir jaraknya dekat dan ternyata ia menyesal, sangat menyesal karena meninggalkan motornya di parkiran psikologi.
“Gila jauh banget anjir parkiran hukum.” Keluh pria itu sambil sesekali menyeka keringatnya.
Belum apa-apa kemejanya sudah basah.
Win ingin sekali mengeluh di grup chatnya tapi mengingat ia hanya akan dijadikan bahan ejekan teman-temannya karena ‘maksa’ untuk muter, Win mengurungkan niatnya.
Jika ia hanya butuh waktu kurang dari 10 menit untuk jalan dari depan gedung psikologi ke depan gedung hukum, maka kali ini ia butuh waktu lebih dari itu untuk memutar dan menemukan parkiran samping.
Win menghela nafas lega setelah menemukan tulisan “parkiran fakultas hukum” di depannya.
“Akhirnyaaaaaa.” Ucapnya lalu menyeka keringat.
Ia memperhatikan sekitar, area parkiran cukup sepi. Karena sudah memasuki jam pulang kuliah, ditambah kebanyakan mahasiswa hukum lebih senang menggunakan parkiran seberang gedung, lebih dekat kalo kata AJ.
Win mengeluarkan handphonenya, dengan segera mengirim pesan ke JJ.
- Gue udah masuk parkiran nih, lu tunggu mana? – sent
“Ini parkiran serem juga, mana sebelahan sama pohon beringin.” Gumamnya sambil sesekali melirik ke arah pohon beringin besar.
“Jj mana sih.” Tepat setelahnya handphonenya bergetar,
-Bentar win, gue lagi bantu aj-
Duh dia harus nunggu disini sendirian? Mana udah sore begini.
“Iya gue kesitu.”
Win noleh setelah mendengar suara.
“Gue lagi di parkiran, dompet ketinggalan di mobil.” Suaranya gak asing buat Win.
Jangan bilang itu-
“Ha?” Reflek Win menutup mulutnya, itu keluar tanpa sengaja setelah melihat Bright tiba-tiba muncul di hadapannya.
Bright sempat menoleh ke arah Win lalu kembali melangkah menuju mobil putih.
“Ahh mobil itu.” Batin Win, ia sangat hafal dengan mobil putih itu, mobil yang ia tunggu tiap pulang kuliah.
Kurang dari 5 menit Bright kembali dengan dompet di tangannya, bersiap meninggalkan parkiran.
Namun baru tiga langkah menjauh, pria itu menoleh kembali ke arah Win yang masih belum bergerak sama sekali.
“Kalo mau ke bazar lewat situ,” tunjuk Bright dan Win mengangguk dengan gugup.
“Jangan berdiri disitu sendirian, kecuali kalo gak takut sama suara-suara aneh.”
Ah sialan!
Sempat-sempatnya Win ditakuti.
Bright melangkah kembali, menjauh dari Win.
Win sempat ragu untuk mengikuti arahan Bright, tapi akhirnya ia memutuskan untuk segera ke bazar daripada mendengar yang tidak-tidak di parkiran.