Dearyou_today

“Bright?” Keempat pria yang sedang berbagi cerita itu reflek terdiam ketika melihat sosok Bright yang datang tiba-tiba.

“Nih,” tanpa niat menyapa orangtuanya, pria itu langsung menyerahkan paper bag coklat yang ia bawa untuk Win.

“Eh? thanks,” Ucap Win yang langsung menerima paper bag-nya. Ia masih bingung dengan situasinya padahal dirinya sudah tau rencana Bright untuk menyusul mereka.

“Katanya kamu sibuk, kok nyusul?” Tanya Podd yang masih bingung melihat kedatangan anak sulungnya itu.

Bright mengendik,

“Pengen aja.” Balas Bright santai.

“Kerjaan kamu udah selesai bang?” Bright ngangguk.

“Udah pa, klien selesai lebih cepat dari perkiraan.”

“Duduk sini,” Gawin menepuk kursi di sampingnya yang di-iyakan Bright.

Win menggaruk pipinya, sebelum menyadari jika ada yang lebih bingung dengan situasi mereka.

“Bright, kenalin ini bang Tay.” Bright noleh, tatapannya bertemu dengan Tay.

“Bang Tay, ini Bright yang pernah Win ceritain.” Tay ngangguk, keduanya bersalaman.

“Gue kira lu bakal sama dokter itu.” Ucap Bright.

“Hah? Dokter?” Win mengernyit.

“Oh! Luke maksud lu?” Bright ngangguk.

“Gak ada alasan kenapa gue harus bawa Luke kesini.”

“Luke siapa?” Tanya Podd penasaran, nama baru untuknya.

“Yang mau di jodohin sama Win.” Balas Bright santai, berbeda dengan Win yang masih belum terbiasa dengan situasi saat ini.

“Ohh, papo kira itu Tay. Makanya Win ngajak Tay kesini.”

“Jadi Tay ini siapanya Win?” Tanya Gawin ke arah Tay yang ikut bingung dengan pembicaraan keluarga Bright.

Apa semua keluarga Bright emang suka blak-blakan gini kalo ngomong?


“Kok bisa keluarga lu mikir gue pacarnya Win?” Bright noleh, Tay mendekat ke arahnya dengan dua botol soda.

“Karena itu hal yang paling masuk akal.” Balas pria itu sambil menerima botol soda dari Tay.

“Gue kira mereka taunya Win pacar lu.”

“Gue udah jujur dari pertama, jadi mereka udah tau kalo gue sama Win biasa aja.” Tay ngangguk.

Keduanya menatap hamparan sawah dalam diam,

“Gue emang belum pernah ketemu langsung sama abangnya Win, tapi salah satu temen gue bilang kalo sepupunya nikah sama abangnya Win.”

“Dan gue pernah sekilas liat suaminya sepupu temen gue di studio, gue yakin itu gak mirip lu.” Tay ngangguk, menegak sodanya sebelum menjawab Bright.

“Gue emang bukan abangnya Win, gue sahabat abangnya.”

“Ceritanya panjang, tapi Win udah gue anggap adek sendiri. Gue sama Jumpol, abangnya Win udah kayak body guard-nya itu anak dari jaman sekolah.” Lanjut Tay sambil melirik Win yang membantu orang tua Bright menyiapkan makan siang.

“Bright?” Keempat pria yang sedang berbagi cerita itu reflek terdiam ketika melihat sosok Bright yang datang tiba-tiba.

“Nih,” tanpa niat menyapa orangtuanya, pria itu langsung menyerahkan paper bag coklat yang ia bawa untuk Win.

“Eh? thanks,” Ucap Win yang langsung menerima paper bag-nya. Ia masih bingung dengan situasinya padahal dirinya sudah tau rencana Bright untuk menyusul mereka.

“Katanya kamu sibuk, kok nyusul?” Tanya Podd yang masih bingung melihat kedatangan anak sulungnya itu.

Bright mengendik,

“Pengen aja.” Balas Bright santai.

“Kerjaan kamu udah selesai bang?” Bright ngangguk.

“Udah pa, klien selesai lebih cepat dari perkiraan.”

“Duduk sini,” Gawin menepuk kursi di sampingnya yang di-iyakan Bright.

Win menggaruk pipinya, sebelum menyadari jika ada yang lebih bingung dengan situasi mereka.

“Bright, kenalin ini bang Tay.” Bright noleh, tatapannya bertemu dengan Tay.

“Bang Tay, ini Bright yang pernah Win ceritain.” Tay ngangguk, keduanya bersalaman.

“Gue kira lu bakal sama dokter itu.” Ucap Bright.

“Hah? Dokter?” Win mengernyit.

“Oh! Luke maksud lu?” Bright ngangguk.

“Gak ada alasan kenapa gue harus bawa Luke kesini.”

“Luke siapa?” Tanya Podd penasaran, nama baru untuknya.

“Yang mau di jodohin sama Win.” Balas Bright santai, berbeda dengan Win yang masih belum terbiasa dengan situasi saat ini.

“Ohh, papo kira itu Tay. Makanya Win ngajak Tay kesini.”

“Jadi Tay ini siapanya Win?” Tanya Gawin ke arah Tay yang ikut bingung dengan pembicaraan keluarga Bright.

Apa semua keluarga Bright emang suka blak-blakan gini kalo ngomong?


“Bright?” Keempat pria yang sedang berbagi cerita itu reflek terdiam ketika melihat sosok Bright yang datang tiba-tiba.

“Nih,” tanpa niat menyapa orangtuanya, pria itu langsung menyerahkan paper bag coklat yang ia bawa untuk Win.

“Eh?thanks,” Ucap Win yang langsung menerima paper bag-nya. Ia masih bingung dengan situasinya padahal dirinya sudah tau rencana Bright untuk menyusul mereka.

“Katanya kamu sibuk, kok nyusul?” Tanya Podd yang masih bingung melihat kedatangan anak sulungnya itu.

Bright mengendik,

“Pengen aja.” Balas Bright santai.

“Kerjaan kamu udah selesai bang?” Bright ngangguk.

“Udah pa, klien selesai lebih cepat dari perkiraan.”

“Duduk sini,” Gawin menepuk kursi di sampingnya yang di-iyakan Bright.

Win menggaruk pipinya, sebelum menyadari jika ada yang lebih bingung dengan situasi mereka.

“Bright, kenalin ini bang Tay.” Bright noleh, tatapannya bertemu dengan Tay.

“Bang Tay, ini Bright yang pernah Win ceritain.” Tay ngangguk, keduanya bersalaman.

“Gue kira lu bakal sama dokter itu.” Ucap Bright.

“Hah? Dokter?” Win mengernyit.

“Oh! Luke maksud lu?” Bright ngangguk.

“Gak ada alasan kenapa gue harus bawa Luke kesini.”

“Luke siapa?” Tanya Podd penasaran, nama baru untuknya.

“Yang mau di jodohin sama Win.” Balas Bright santai, berbeda dengan Win yang masih belum terbiasa dengan situasi saat ini.

“Ohh, papo kira itu Tay. Makanya Win ngajak Tay kesini.”

“Jadi Tay ini siapanya Win?” Tanya Gawin ke arah Tay yang ikut bingung dengan pembicaraan keluarga Bright.

Apa semua keluarga Bright emang suka blak-blakan gini kalo ngomong?


“Bright?” Keempat pria yang sedang berbagi cerita itu reflek terdiam ketika melihat sosok Bright yang datang tiba-tiba.

“Nih,” tanpa niat menyapa orangtuanya, pria itu langsung menyerahkan paper bag coklat yang ia bawa untuk Win.

Abang udah nyampe apart?” Tanya Win sambil menahan handphone dengan bahunya.

Udah nih barusan, kamu masih lama?

“Ini lagi nunggu lift, tapi Win mau mampir dulu ke pengepul kertas bekas.” Balasnya sambil memperbaiki letak kerdus berisi kertas-kertas lama yang ia bawa.

Oke, abang tunggu sini.

“Mau sekalian Win beliin makan bang? Atau mau nitip apa gitu?”

Gak usah dek, Gun katanya mau masak.” Win terkekeh.

“Lagi? Oke bang.”


“Tumben banget macet jalan ke apart,” keluh Win setelah membuka pintu apartemennya.

“Baru nyampe udah ngeluh aja nih Win?” Pria itu noleh, sedetik kemudian ekspresinya berubah.

“BANG TAY!” Pekik Win senang lalu menjatuhkan tubuhnya di samping pria yang tersenyum lebar di sofa.

“Halo adek abang, apa kabar?”

Different day, same existence you know. Abang kok bisa disini?”

“Dia ambil cuti, terus abang ajakin sekalian kesini.” Itu Jumpol yang jawab, muncul dari dapur dengan segelas air dingin.

“Cuti berapa lama bang? Udah lama banget kita gak ketemu, ada kali setahun-an.”

“Dua-tiga minggu, harusnya tahun lalu kan kita ketemu di Australia, kamu malah gak ikut.”

“Tahun lalu emang hectic banget dah kerjaan. Semua karyawan juga sering lembur, makanya tahun ini kita gak nerima banyak proyek.” Balas Win sambil mengingat dirinya yang sempat masuk rumah sakit tahun lalu karena kelelahan.

“Berarti bang Tay ikut nginep sini kan?”

“Tergantung, kalo dapat izin dari kamu, abang nginep. Kalo gak, abang di hotel.”

“Ya boleh lah, kayak sama siapa aja. Win ada tiga kamar disini.” Tay ngangguk senang.

“Win udah datang?” Tanya pria kecil yang berdiri di perbatasan antara dapur dan ruang tengah.

“Udah nih, lagi nempel ke Tay.” Balas Jumpol sambil ikut menempelkan tubuhnya ke Win.

“Win mandi sama ganti baju dulu, aku udah masak buat makan malam.”

“Oke kak!” Win segera berdiri dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai karena melihat Tay.


“Jadi papa sama dad minta kenalan sama orang tuanya Bright?” Tanya Jumpol setelah Win curhat di tengah makan malam mereka.

Win ngangguk.

“Tapi kan gak mungkin bang,”

“Kalo gitu kenapa gak coba sama Luke? I mean, give him a chance. Siapa tau dengan begitu kamu dapat jawaban.” Ucap Tay setelah mendengarkan cerita Win.

“Abang ngomong gitu karena Luke teman abang?” Tay geleng,

“Gak gitu, abang emang kenal Luke tapi gak ada salahnya kan mencoba? Emang kamu gak capek pura-pura?” Tanya Tay balik.

“Abang setuju sama Tay, tapi kalo emang Bright mau serius sama kamu ya lanjutin aja.”

In the end of the day, your happiness is yours dek. Jangan mau mempertaruhkan kebahagiaan diri sendiri untuk orang lain.” Lanjut Jumpol sambil menyendok nasinya.

“Siapapun itu abang pasti dukung, selama dia gak brengsek kayak Jay.”

“Bang!” Jumpol mengendik.

I said what I said dek, kenyatannya begitu.”

“Aku gak kenal Jay, tapi ikut kesel waktu tau ceritanya.” Ucap Gun.

“Jay baik guys, kesalahan gak sepenuhnya dia pegang.” Win mengaduk nasinya.

“Dari awal juga Win salah karena cross the line.”

“Tapi masalahnya ga cuma karena beda agama Win Mentawin, dia itu selingkuh.”

“Gak selingkuh bang, dia gak selingkuh.”

“Dari awal dia bilang kalo mantannya udah pulang ke sini, cerita mereka aja yang emang belum selesai.” Suaranya memelan di ujung kalimat.

“Dia datang malam sebelum Win wisuda, bawa martabak coklat tanpa diminta.”

“Disitu dia minta maaf sekaligus pamit,” ada jeda disana.

“Kenapa harus pamit sebelum Win wisuda? Kenapa harus bawa martabak coklat? for the first time in my life, Win buang itu martabak coklat yang belum dibuka.” Ia terkekeh, mengingat martabak manis coklat adalah makanan kesukaannya dan ia rela membuang semuanya.

“Win ingat banget waktu itu gak nangis, cuma kesal aja karena moment-nya gak pas.” Ia menghela nafas.

“Jadi itu alasan kenapa kamu nangis di hari wisuda?” Tanya Tay penasaran, ia ingat sekali sengaja membeli tiket pulang untuk menghadiri wisuda Win.”

“Aku nangis karena bang Tay datang kok.”

“Ngeles terus kamu itu.” Win tertawa.

“Lebih bagus gitu sih dek, daripada kalian putus setelah kamu wisuda. Foto wisuda bisa kamu bakar semua.”

“Abang!” Win merengut.

“Tapi setelah delapan tahun kamu masih kepikiran Win?” Tanya Gun hati-hati.

“Kadang sih kak, bukan karena gak bisa move on, toh dia juga udah berkeluarga. Lebih ke kesal aja, semenjak itu Win jadi lebih hati-hati buat punya hubungan terutama sama yang bi.”

“Oh dia bi?” Tanya Gun kaget, informasi baru untuknya.

“Iya, mantannya cantik kok, dia undang Win pas nikahan tapi Win gak bisa datang.”

Such a jerk person.” Ucap Jumpol kesal.

“Papii!” Gun menyikut Jumpol.

“Namanya siapa Win?”

“Hmm, kalo gak salah sih namanya Thana.”

Abang udah nyampe apart?” Tanya Win sambil menahan handphone dengan bahunya.

Udah nih barusan, kamu masih lama?

“Ini lagi nunggu lift, tapi Win mau mampir dulu ke pengepul kertas bekas.” Balasnya sambil memperbaiki letak kerdus berisi kertas-kertas lama yang ia bawa.

Oke, abang tunggu sini.

“Mau sekalian Win beliin makan bang? Atau mau nitip apa gitu?”

Gak usah dek, Gun katanya mau masak.” Win terkekeh.

“Lagi? Oke bang.”


“Tumben banget macet jalan ke apart,” keluh Win setelah membuka pintu apartemennya.

“Baru nyampe udah ngeluh aja nih Win?” Pria itu noleh, sedetik kemudian ekspresinya berubah.

“BANG TAY!” Pekik Win senang lalu menjatuhkan tubuhnya di samping pria yang tersenyum lebar di sofa.

“Halo adek abang, apa kabar?”

Different day, same existence you know. Abang kok bisa disini?”

“Dia ambil cuti, terus abang ajakin sekalian kesini.” Itu Jumpol yang jawab, muncul dari dapur dengan segelas air dingin.

“Cuti berapa lama bang? Udah lama banget kita gak ketemu, ada kali setahun-an.”

“Dua-tiga minggu, harusnya tahun lalu kan kita ketemu di Australia, kamu malah gak ikut.”

“Tahun lalu emang hectic banget dah kerjaan. Semua karyawan juga sering lembur, makanya tahun ini kita gak nerima banyak proyek.” Balas Win sambil mengingat dirinya yang sempat masuk rumah sakit tahun lalu karena kelelahan.

“Berarti bang Tay ikut nginep sini kan?”

“Tergantung, kalo dapat izin dari kamu, abang nginep. Kalo gak, abang di hotel.”

“Ya boleh lah, kayak sama siapa aja. Win ada tiga kamar disini.” Tay ngangguk senang.

“Win udah datang?” Tanya pria kecil yang berdiri di perbatasan antara dapur dan ruang tengah.

“Udah nih, lagi nempel ke Tay.” Balas Jumpol sambil ikut menempelkan tubuhnya ke Win.

“Win mandi sama ganti baju dulu, aku udah masak buat makan malam.”

“Oke kak!” Win segera berdiri dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai karena melihat Tay.


“Jadi papa sama dad minta kenalan sama orang tuanya Bright?” Tanya Jumpol setelah Win curhat di tengah makan malam mereka.

Win ngangguk.

“Tapi kan gak mungkin bang,”

“Kalo gitu kenapa gak coba sama Luke? I mean, give him a chance. Siapa tau dengan begitu kamu dapat jawaban.” Ucap Tay setelah mendengarkan cerita Win.

“Abang ngomong gitu karena Luke teman abang?” Tay geleng,

“Gak gitu, abang emang kenal Luke tapi gak ada salahnya kan mencoba? Emang kamu gak capek pura-pura?” Tanya Tay balik.

“Abang setuju sama Tay, tapi kalo emang Bright mau serius sama kamu ya lanjutin aja.”

In the end of the day, your happiness is yours dek. Jangan mau mempertaruhkan kebahagiaan diri sendiri untuk orang lain.” Lanjut Jumpol sambil menyendok nasinya.

“Siapapun itu abang pasti dukung, selama dia gak brengsek kayak Jay.”

“Bang!” Jumpol mengendik.

I said what I said dek, kenyatannya begitu.”

“Aku gak kenal Jay, tapi ikut kesel waktu tau ceritanya.” Ucap Gun.

“Jay baik guys, kesalahan gak sepenuhnya dia pegang.” Win mengaduk nasinya.

“Dari awal juga Win salah karena cross the line.”

“Tapi masalahnya ga cuma karena beda agama Win Mentawin, dia itu selingkuh.”

“Gak selingkuh bang, dia gak selingkuh.”

“Dari awal dia bilang kalo mantannya udah pulang ke sini, cerita mereka aja yang emang belum selesai.” Suaranya memelan di ujung kalimat.

“Dia datang malam sebelum Win wisuda, bawa martabak coklat tanpa diminta.”

“Disitu dia minta maaf sekaligus pamit,” ada jeda disana.

“Kenapa harus pamit sebelum Win wisuda? Kenapa harus bawa martabak coklat? for the first time in my life, Win buang itu martabak coklat yang belum dibuka.” Ia terkekeh, mengingat martabak manis coklat adalah makanan kesukaannya dan ia rela membuang semuanya.

“Win ingat banget waktu itu gak nangis, cuma kesal aja karena moment-nya gak pas.” Ia menghela nafas.

“Jadi itu alasan kenapa kamu nangis di hari wisuda?” Tanya Tay penasaran, ia ingat sekali sengaja membeli tiket pulang untuk menghadiri wisuda Win.”

“Aku nangis karena bang Tay datang kok.”

“Ngeles terus kamu itu.” Win tertawa.

Abang udah nyampe apart?” Tanya Win sambil menahan handphone dengan bahunya.

Udah nih barusan, kamu masih lama?

“Ini lagi nunggu lift, tapi Win mau mampir dulu ke pengepul kertas bekas.” Balasnya sambil memperbaiki letak kerdus berisi kertas-kertas lama yang ia bawa.

Oke, abang tunggu sini.

“Mau sekalian Win beliin makan bang? Atau mau nitip apa gitu?”

Gak usah dek, Gun katanya mau masak.” Win terkekeh.

“Lagi? Oke bang.”

“Tumben banget macet jalan ke apart,” keluh Win setelah membuka pintu apartemennya.

“Baru nyampe udah ngeluh aja nih Win?” Pria itu noleh, sedetik kemudian ekspresinya berubah.

“BANG TAY!” Pekik Win senang lalu menjatuhkan tubuhnya di samping pria yang tersenyum lebar di sofa.

“Halo adek abang, apa kabar?”

Different day, same existence you know. Abang kok bisa disini?”

“Dia ambil cuti, terus abang ajakin sekalian kesini.” Itu Jumpol yang jawab, muncul dari dapur dengan segelas air dingin.

“Cuti berapa lama bang? Udah lama banget kita gak ketemu, ada kali setahun-an.”

“Dua-tiga minggu, harusnya tahun lalu kan kita ketemu di Australia, kamu malah gak ikut.”

“Tahun lalu emang hectic banget dah kerjaan. Semua karyawan juga sering lembur, makanya tahun ini kita gak nerima banyak proyek.” Balas Win sambil mengingat dirinya yang sempat masuk rumah sakit tahun lalu karena kelelahan.

“Berarti bang Tay ikut nginep sini kan?”

“Tergantung, kalo dapat izin dari kamu, abang nginep. Kalo gak, abang di hotel.”

“Ya boleh lah, kayak sama siapa aja. Win ada tiga kamar disini.” Tay ngangguk senang.

“Win udah datang?” Tanya pria kecil yang berdiri di perbatasan antara dapur dan ruang tengah.

“Udah nih, lagi nempel ke Tay.” Balas Jumpol sambil ikut menempelkan tubuhnya ke Win.

“Win mandi sama ganti baju dulu, aku udah masak buat makan malam.”

“Oke kak!” Win segera berdiri dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai karena melihat Tay.


“Jadi papa sama dad minta kenalan sama orang tuanya Bright?” Tanya Jumpol setelah Win curhat di tengah makan malam mereka.

Win ngangguk.

“Tapi gak mungkin bang,”

“Kalo gitu kenapa gak coba sama Luke? I mean, give him a chance. Siapa tau dengan begitu kamu dapat jawaban.” Ucap Tay setelah mendengarkan cerita Win.

“Abang ngomong gitu karena Luke teman abang?” Tay geleng,

“Gak gitu, abang emang kenal Luke tapi gak ada salahnya kan mencoba? Emang kamu gak capek pura-pura?” Tanya Tay balik.

“Abang setuju sama Tay, tapi kalo emang Bright mau serius sama kamu ya lanjutin aja.”

In the end of the day, your happiness is yours Win. Jangan mau mempertaruhkan kebahagiaan diri sendiri untuk orang lain.”

Abang udah nyampe apart?” Tanya Win sambil menahan handphone dengan bahunya.

“Udah nih barusan, kamu masih lama?”

“Ini lagi nunggu lift, tapi Win mau mampir dulu ke pengepul kertas bekas.” Balasnya sambil memperbaiki letak kerdus berisi kertas-kertas lama yang ia bawa.

“Oke, abang tunggu sini.”

“Mau sekalian Win beliin makan bang? Atau mau nitip apa gitu?”

“Gak usah dek, Gun katanya mau masak.” Win terkekeh.

“Lagi? Oke bang.”

“Tumben banget macet jalan ke apart,” keluh Win setelah membuka pintu apartemennya.

“Baru nyampe udah ngeluh aja nih Win?” Pria itu noleh, sedetik kemudian ekspresinya berubah.

“BANG TAY!” Pekik Win senang lalu menjatuhkan tubuhnya di samping pria yang tersenyum lebar di sofa.

“Halo adek abang, apa kabar?”

“Different day, same existence you know. Abang kok bisa disini?”

“Dia ambil cuti, terus abang ajakin sekalian kesini.” Itu Jumpol yang jawab, muncul dari dapur dengan segelas air dingin.

“Cuti berapa lama bang? Udah lama banget kita gak ketemu, ada kali setahun-an.”

“Dua-tiga minggu, harusnya tahun lalu kan kita ketemu di Australia, kamu malah gak ikut.”

“Tahun lalu emang hectic banget dah kerjaan. Semua karyawan juga sering lembur, makanya tahun ini kita gak nerima banyak proyek.” Balas Win sambil mengingat dirinya yang sempat masuk rumah sakit tahun lalu karena kelelahan.

“Berarti bang Tay ikut nginep sini kan?”

“Tergantung, kalo dapat izin dari kamu, abang nginep. Kalo gak, abang di hotel.”

“Ya boleh lah, kayak sama siapa aja. Win ada tiga kamar disini.” Tay ngangguk senang.

“Win udah datang?” Tanya pria kecil yang berdiri di perbatasan antara dapur dan ruang tengah.

“Udah nih, lagi nempel ke Tay.” Balas Jumpol sambil ikut menempelkan tubuhnya ke Win.

“Win mandi sama ganti baju dulu, aku udah masak buat makan malam.”

“Oke kak!” Win segera berdiri dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai karena melihat Tay.

–––

“Jadi papa sama dad minta kenalan sama orang tuanya Bright?” Tanya Jumpol setelah Win curhat di tengah makan malam mereka.

Win ngangguk.

“Tapi gak mungkin bang,”

“Kalo gitu kenapa gak coba sama Luke? I mean, give him a chance. Siapa tau dengan begitu kamu dapat jawaban.” Ucap Tay setelah mendengarkan cerita Win.

“Abang ngomong gitu karena Luke teman abang?” Tay geleng,

“Gak gitu, abang emang kenal Luke tapi gak ada salahnya kan mencoba? Emang kamu gak capek pura-pura?” Tanya Tay balik.

“Abang setuju sama Tay, tapi kalo emang Bright mau serius sama kamu ya lanjutin aja.”

In the end of the day, your happiness is yours Win. Jangan mau mempertaruhkan kebahagiaan diri sendiri untuk orang lain.”

“Abang udah nyampe apart?” Tanya Win sambil menahan handphone dengan bahunya.

Udah nih barusan, kamu masih lama?

“Ini lagi nunggu lift, tapi Win mau mampir dulu ke pengepul kertas bekas.” Balasnya sambil memperbaiki letak kerdus berisi kertas-kertas lama yang ia bawa.

Oke, abang tunggu sini.

“Mau sekalian Win beliin makan bang? Atau mau nitip apa gitu?”

Gak usah dek, Gun katanya mau masak.” Win terkekeh.

“Lagi? Oke bang.”


“Tumben banget macet jalan ke apart,” keluh Win setelah membuka pintu apartemennya.

“Baru nyampe udah ngeluh aja nih Win?” Pria itu noleh, sedetik kemudian ekspresinya berubah.

“BANG TAY!” Pekik Win senang lalu menjatuhkan tubuhnya di samping pria yang tersenyum lebar di sofa.

“Halo adek abang, apa kabar?”

Different day, same existence you know. Abang kok bisa disini?”

“Dia ambil cuti, terus abang ajakin sekalian kesini.” Itu Jumpol yang jawab, muncul dari dapur dengan segelas air dingin.

“Cuti berapa lama bang? Udah lama banget kita gak ketemu, ada kali setahun-an.”

“Dua-tiga minggu, harusnya tahun lalu kan kita ketemu di Australia, kamu malah gak ikut.”

“Tahun lalu emang hectic banget dah kerjaan. Semua karyawan juga sering lembur, makanya tahun ini kita gak nerima banyak proyek.” Balas Win sambil mengingat dirinya yang sempat masuk rumah sakit tahun lalu karena kelelahan.

“Berarti bang Tay ikut nginep sini kan?”

“Tergantung, kalo dapat izin dari kamu, abang nginep. Kalo gak, abang di hotel.”

“Ya boleh lah, kayak sama siapa aja. Win ada tiga kamar disini.” Tay ngangguk senang.

“Win udah datang?” Tanya pria kecil yang berdiri di perbatasan antara dapur dan ruang tengah.

“Udah nih, lagi nempel ke Tay.” Balas Jumpol sambil ikut menempelkan tubuhnya ke Win.

“Win mandi sama ganti baju dulu, aku udah masak buat makan malam.”

“Oke kak!” Win segera berdiri dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai karena melihat Tay.

–––

“Abang udah nyampe apart?” Tanya Win sambil menahan handphone-nya