Dearyou_today

“Win,” yang dipanggil mengalihkan atensinya dari handphone yang dari tadi ia mainkan.

“Ya?”

“Besok kosong gak?”

“Besok?” Bright ngangguk tanpa menoleh, masih fokus dengan jalan tol di depannya.

“Gue besok masuk kerja sih, kenapa emang?”

“Berarti gak kosong?”

“Tergantung, gue fleksibel selama itu bukan meeting.” Jawab pria itu masih memperhatikan Bright.

“Rencananya besok gue ada pre-wed session, lu mau ikut?”

“Lu mau foto pre-wed?” Tanya Win bingung.

“Gue yang fotoin,”

“Ohh, gue kira.”

“Dimana emang? Studio lu?”

“Kalo di studio, ngapain juga gue ngajak lu.”

“Terus?”

“Klien gue minta temanya pantai, jadi ya di pantai.”

“Serius di pantai?” Bright ngangguk.

“Iya serius, katanya lu udah lama mau ke pantai.”

“Kok lu tau?”

“Lu cerita ke Ryu terlalu semangat sampe kedengaran ke kamar gue.”

“Eh?”

Gak tau kenapa Win jadi malu sendiri.

“Jadi kalo besok lu kosong, ikut gue aja sekalian. Gue jemput jam lima-an.”

“Sore?”

“Pagi lah,”

“Pagi banget, gue kerja aja jam delapan.” Keluh pria itu.

“Jarak ke pantai tu makan waktu bisa sejam-an Win, gue butuh pencahayaan yang bagus sebelum jam sembilan.”

“Kalo lu gak mau ikut juga gak masalah, gue cuma nawarin.” Win mengayunkan handphone-nya, mencoba mempertimbangkan tawaran Bright.

“Jam lima pagi?”

Bright ngangguk.

“Lu yang jemput gue kan?”

Lagi, pria itu ngangguk.

Win menghela nafas, lalu mengangguk setuju.

“Gue mau deh, kapan lagi gue bisa ke pantai pagi-pagi.” Ucap Win setelahnya.

“Jangan telat bangun, gue gak bisa nunggu lama-lama.”

“Nah itu, masalahnya gue gak yakin bisa bangun sepagi itu Bri.” Bright noleh.

“Apa?” Tanya Win bingung.

“Gak,” Pria yang lebih muda geleng, kembali fokus dengan kemudinya.

“Gini aja deh, gue kasih lu kartu apart buat naik ke lantai gue.”

“Terus?”

“Ya terus lu bangunin gue lah, tekan aja belnya pasti gue bangun.”

“Kenapa gak gue telfon aja nomer lu?” Win menggeleng.

“Jangan-jangan, handphone gue selalu mode getar, percuma.”

“Alarm lu?”

“Jam segitu alarm juga gak mempan buat gue.” Kali ini Bright yang menghela nafas.

“Gue kira lu morning person, ternyata sama aja kayak gue.”

“Gue bisa bangun pagi selama di atas jam lima.” Protes Win.

“Terus emang lu besok bisa bangun pagi?” Tanya Win balik.

“Ada anak kontrakan, aman.”

“Lu satu kontrakan sama Nagun?”

“Nagun? Iya.” Bright ngangguk.

“Ohh.” Win ikutan ngangguk.

“Lu kenal Nagun dari lama?” Tanya Bright tiba-tiba.

“Nggak, baru-baru aja.”

“Baru aja langsung akrab?”

“Iya, Nagun itu sepupunya kakak ipar gue.”

“Siapa kakak ipar lu?”

“Gun Atthaphan, kenal?”

“Pernah kenalan waktu dia main ke studio, udah lama banget.”

“Nah gue sama Nagun tu pernah ketemu di acara nikahan abang gue, cuma ya gak sadar aja.”

“Dunia sempit.” Win ngangguk, menyetujui ucapan Bright.

“Jadi besok lu ikut gue?” Bright memastikan.

“Iya, ingetin aja gue buat ngasih lu kartu apart.”

“Oke.”

Win masih bergeming, belum mengerti situasi yang ada.

Bright yang membawanya tanpa kejelasan, tiba-tiba menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah bercat abu.

“Mau nyampe kapan diri disitu?” Win noleh,

“Hah?”

“Hah heh hah heh, masuk dah.” Bright melewatinya.

“Ini rumah lu?”

“Bukan.”

“Terus?”

“Rumah ortu gue.” Jawab Bright lalu membuka pintu.

ah elah sama aja anjir batin Win.

“Papa yang ditunggu udah datang nih!” Teriak Bright setelah melepas sepatunya.

Gak lama sosok lain muncul dengan apron panda yang menempel.

“Mana?”

“Perasaan abang manggilnya papa bukan papo.”

“Papo kan juga penasaran bang, mana pacar kamu itu? Eh udah mantan ya?” Tanya Podd antusias.

“Papoo itu masakannya gosong!”

“Eh iya! Nanti papo balik lagi.” Pria itu segera kembali ke dapur.

“Hai bang!” Ryu muncul dengan senyum lebarnya.

“Papo pergi, lu muncul. Papa mana?”

“Bentar lagi juga turun.” Ryu mengintip dari balik bahu Bright.

“Hai kak Awin!” Win kaget bercampur bingung setelah melihat sosok lain yang melambai ke arahnya, ditambah sosok itu memanggil nama kecilnya.

“H-hai?” Ia balas melambai.

Wajah Ryu seperti tidak asing untuknya

“Pasti gak asing ya sama mukaku?”

“Eh?”

Kok bisa tau pikiran dia?

“Kalian itu kenapa sih! Itu tamu disuruh duduk lah, masa berdiri depan pintu gitu.” Gawin tiba-tiba muncul lalu mencubit kedua lengan anaknya yang langsung mengaduh.

“Win kan? Saya papanya dua anak nakal ini.” Gawin melempar senyum.

“Ahh, salam kenal om?”

“Panggil papa aja, saya gak biasa dipanggil om.”

Kayak dejavu gak sih? Atau perasaan Win aja?

Win ngangguk, lalu bersalaman dengan Gawin.

“Capek gak perjalanan kesini?” Gawin menarik lengan Win, membawa pria itu duduk di sebelahnya, diikuti Ryu dan Bright.

“Nggak kok pa, cuma kaget aja karena gak tau kalo mau kesini.”

“Maaf banget kalo Win gak bawa apa-apa.” Lanjutnya, merasa gak enak.

“Gak perlu lah bawa apa-apa,”

“Emang Bright gak bilang kalo mau ke rumah?” Tanya Gawin melirik Bright.

“Bilang, tapi Win kira bercandaan.”

“Gak heran, abang emang selalu kelihatan gak serius kak.” Ucap Ryu asal

“Pala lu!” Ryu menghindar dari tangan abangnya.

“Biarin aja mereka Win, selalu ribut kalo ketemu. Tapi kalo pisah suka kangen-kangenan cuma gengsi.”

“Jijik kali kangen sama abang.” Ryu menggeleng tidak setuju.

“Abang itu yang kangen sama Ryu.”

“Najis bah!” Balas Bright lalu berdiri.

“Mau kemana kau bang?” Tanya Gawin.

“Atas, mandi.” Bright menjauh dari ruang tamu.

“Biarin lah dia, suka gitu anaknya.” Win ngangguk canggung.

“Win nginap sini kan?”

“Tapi Win gak bawa ganti pa.”

“Banyak lah baju dua anak nakal itu disini, badan mereka lebih besar juga jadi pasti muat.”

“Baju aku aja kak.”

“Iya boleh.”

“Abis ini mandi dulu lah, terus kita makan bareng-bareng.” Win ngangguk.

“Ayo naik kak.” Ryu berdiri dengan antusias, setelahnya menarik tangan Win.

Hampir saja Win tersandung kaki meja.

Win masih bergeming, belum mengerti situasi yang ada.

Bright yang membawanya tanpa kejelasan, tiba-tiba menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah bercat abu.

“Mau nyampe kapan diri disitu?” Win noleh,

“Hah?”

“Hah heh hah heh, masuk dah.” Bright melewatinya.

“Ini rumah lu?”

“Bukan.”

“Terus?”

“Rumah ortu gue.” Jawab Bright lalu membuka pintu.

ah elah sama aja anjir batin Win.

“Papa yang ditunggu udah datang nih!” Teriak Bright setelah melepas sepatunya.

Gak lama sosok lain muncul dengan apron panda yang menempel.

“Mana?”

“Perasaan abang manggilnya papa bukan papo.”

“Papo kan juga penasaran bang, mana pacar kamu itu? Eh udah mantan ya?” Tanya Podd antusias.

“Papoo itu masakannya gosong!”

“Eh iya! Nanti papo balik lagi.” Pria itu segera kembali ke dapur.

“Hai bang!”Ryu muncul dengan senyum lebarnya.

“Papo pergi, lu muncul. Papa mana?”

“Bentar lagi juga turun.” Ryu mengintip dari balik bahu Bright.

“Hai kak Awin!” Win kaget bercampur bingung setelah melihat sosok lain yang melambai ke arahnya, ditambah sosok itu memanggil nama kecilnya.

“H-hai?” Ia balas melambai.

Wajah Ryu seperti tidak asing buatnya

“Pasti gak asing ya sama mukaku?”

“Eh?”

Kok bisa tau pikiran dia?

“Kalian itu kenapa sih! Itu tamu disuruh duduk lah, masa berdiri depan pintu gitu.” Gawin tiba-tiba muncul lalu mencubit kedua lengan anaknya yang langsung mengaduh.

“Win kan? Saya papanya dua anak nakal ini.” Gawin melempar senyum.

“Ahh, salam kenal om?”

“Panggil papa aja, saya gak biasa dipanggil om.”

Kayak dejavu gak sih? Atau perasaan Win aja?

Win ngangguk, lalu bersalaman dengan Gawin.

“Capek gak perjalanan kesini?” Gawin menarik lengan Win, membawa pria itu duduk di sebelahnya, diikuti Ryu dan Bright.

“Nggak kok pa, cuma kaget aja karena gak tau kalo mau kesini.”

“Maaf banget kalo Win gak bawa apa-apa.” Lanjutnya, merasa gak enak.

“Gak perlu lah bawa apa-apa,”

“Emang Bright gak bilang kalo mau ke rumah?” Tanya Gawin melirik Bright.

“Bilang, tapi Win kira bercandaan.”

“Gak heran, abang emang selalu kelihatan gak serius kak.” Ucap Ryu asal

“Pala lu!” Ryu menghindar dari tangan abangnya.

“Biarin aja mereka Win, selalu ribut kalo ketemu. Tapi kalo pisah suka kangen-kangenan cuma gengsi.”

“Jijik kali kangen sama abang.” Ryu menggeleng tidak setuju.

“Abang itu yang kangen sama Ryu.”

“Najis bah!” Balas Bright lalu berdiri.

“Mau kemana kau bang?” Tanya Gawin.

“Atas, mandi.” Bright menjauh dari ruang tamu.

“Biarin lah dia, suka gitu anaknya.” Win ngangguk canggung.

“Win nginap sini kan?”

“Tapi Win gak bawa ganti pa.”

“Banyak lah baju dua anak nakal itu disini, badan mereka lebih besar juga jadi pasti muat.”

“Baju aku aja kak.”

“Iya boleh.”

“Abis ini mandi dulu lah, terus kita makan bareng-bareng.” Win ngangguk.

“Ayo naik kak.” Ryu berdiri dengan antusias, setelahnya menarik tangan Win.

Hampir saja Win tersandung kaki meja.

“Hai, sorry aku telat ya?” Ucap Win setelah menemukan Luke yang duduk di salah satu kursi di sudut kafe.

“Nggak kok, aku juga baru aja sampai.” Win ngangguk lalu menjatuhkan pantatnya.

Kalo boleh jujur, Win hampir saja melupakan janjinya untuk bertemu dengan Luke. Beruntung ia segera ingat di menit-menit terakhir sebelum menyetujui ajakan teman-temannya untuk menghabiskan malam minggu di resto sushi.

“Kamu mau pesan apa Win?”

Ah satu lagi, mereka juga sepakat menggunakan aku-kamu sejak bertemu di rumah Win.

Win menatap daftar menu di hadapannya.

Tidak banyak makanan berat disana, sedangkan ia sangat lapar saat ini.

“Samain aja kayak kamu.”

“Es kopi?” Tawar Luke.

“Boleh deh, sama kentang goreng satu ya.” Luke ngangguk, setelahnya memanggil pelayan.

“Sebenarnya aku gak enak ngajakin kamu ketemuan kayak gini.”

“Gak enak kenapa?”

“Gak enak aja, aku juga gak enak sama Bright.”

Win jadi teringat chat dari Bright yang belum ia buka sampai sekarang.

“Ohh, Bright ngerti kok.” Jawab Win, berbohong.

“Bright tau kita ketemuan?” Win ngangguk.

Pesanan mereka datang.

“Kamu sama Bright beneran mau lanjut ke hubungan yang lebih serius Win?” Gerakan mengaduk es kopi Win terhenti.

“Kenapa gitu?” Tanya Win balik.

“Kamu yakin sama dia?” Win mengernyit.

“Maksudku, Bright terlihat bukan tipe pria yang siap berkomitmen dalam waktu dekat.”

You know, your parents butuh jawaban secepatnya.” Lanjut Luke mulai menyedot es kopinya.

Win menenggakkan punggungnya, memperbaiki posisi duduk.

If I marry you, can you guarantee my happiness?” Luke mengangkat kepalanya.

Sure, why not? Aku bukan orang yang suka main-main, udah gak umurnya lagi.” Balas Luke yakin.

Ada hening yang tercipta selama beberapa detik.

“Oke, akan aku pikirkan.” Luke ngangguk, lalu tersenyum.

“Win!” Keduanya noleh,

“Nagun?” Gun ngangguk.

“Ini tongkrongan gue sama anak-anak studio, tumben banget liat lu disini Win.”

“Eh? Oh, yang milihin tempat temen gue. Kenalin, ini Luke.”

“Hai, gue Gun.”

“Gue Luke.” Keduanya berjabat tangan.

“Jadi Luke ini temennya bang Jumpol.”

“Dan Nagun ini adek sepupunya kak Gun.”

“Ohhh.” Keduanya mengangguk.

“Lu sendirian kesini?” Gun menggeleng.

“Sama anak studio, tapi mereka di-” Pria itu memutar tubuh.

“Eh? Kok kalian disini?”

“Lu lama banget anjir nyari tempat doang, pindah aja lah kita kalo penuh.” Keluh salah satu temannya.

“Sabar anjir, ada temannya kakak gue.” Kedua temannya noleh.

“Win?”

“Bright?”

“Loh? Kalian berdua udah saling kenal?” Gun bingung.

Semua bingung

“Bukannya Bright pacarnya Win?” Ucap Luke ikut bingung sama situasi mereka.

“Hah?” Kedua teman Bright lebih bingung dan kaget.

Bright melirik Luke lalu menatap Win yang duduk di depan Luke.

Ekspresi pria itu tidak terbaca, berbeda dengan Win yang terlihat mulai panik dan mencoba mengirim sinyal ke arah Bright lewat matanya.

“Emang kita pacaran?” Tanya Bright tiba-tiba.

“Eh?” Luke bingung.

Win hampir saja tersedak ludahnya sendiri.

“Jadi kalian pacaran atau nggak?” Tanya Gun ikut penasaran.

“Ayo ikut gue pulang, lu dicariin papa di rumah. Gue tunggu depan.” Tepat setelahnya Bright segera meninggalkan keempat orang yang masih memasang ekspresi tidak mengerti.

“Aku duluan ya Luke.” Win mengeluarkan dompetnya.

“Aku aja yang bayar.” Tahan Luke.

“Oh oke, terimakasih.” Win segera berdiri.

“Gue duluan ya Nagun.” Gun ngangguk masih dengan tampang bingungnya.

Win segera berlalu dari mejanya.

Jantungnya nyaris saja pindah tempat.

Win menerima makan siangnya dengan semangat.

mood-nya sedang baik dari kemarin, mungkin karena meeting-nya lancar.

“Selamat menikmati kak.” Win noleh, seorang pramugara tersenyum ke arahnya.

tumben dirinya dipanggil kak.

“Terimakasih.” Balasnya lalu tersenyum.

“Lucu banget.”

eh?

Perasaan Win doang atau emang pramugara tadi bilang dirinya lucu?

“Kepedean lu anjir.” Gumamnya lalu terkekeh tanpa sebab.

Win meraih sendok, namun gerakan tangannya terhenti ketika ia menemukan benda asing di bawah sendoknya.

“Apaan nih?” Ucapnya lalu menarik selipan kertas di bawah garpu.

“Semoga suka makanannya ya kak Awin! :)”

Anjir?!

Siapa nih?

Win noleh, memperhatikan satu persatu manusia di dekatnya.

“Kenapa Win?” Tanya Frank setelah memperhatikan Win yang terlihat bingung sendiri.

“Ah? Oh! Gak papa.” Win menggaruk pipinya.

Gak ada yang tau nama kecilnya selain keluarga dan teman-teman dekatnya.

Win juga tau teman-teman dekatnya gak mungkin memanggil dirinya Awin, karena ia akan marah.

“Terus siapa?” Bisiknya menatap catatan kecil yang tadi terselip di bawah sendok-garpunya.

“Bright?” Entah kenapa juga nama itu harus muncul saat ini.

Tapi tidak heran karena Bright salah satu yang tau nama kecilnya selain keluarga dan teman-teman dekatnya.

“Tapi gak mungkin banget dia nulis ginian, mana pake kak segala.” Win mengendik.

“Bodo ah, mending gue makan.” Ucapnya, kembali melanjutkan makan.

Tanpa tau ada sosok lain yang memperhatikan diam-diam sambil menahan senyum.

Win menerima makan siangnya dengan semangat.

mood-nya sedang baik dari kemarin, mungkin karena meeting-nya lancar.

“Selamat menikmati kak.” Win noleh, seorang pramugara tersenyum ke arahnya.

tumben dirinya dipanggil kak.

“Terimakasih.” Balasnya lalu tersenyum.

“Lucu banget.”

eh?

Perasaan Win doang atau emang pramugara tadi bilang dirinya lucu?

“Kepedean lu anjir.” Gumamnya lalu terkekeh tanpa sebab.

Win meraih sendok, namun gerakan tangannya terhenti ketika ia menemukan benda asing di bawah sendoknya.

“Apaan nih?” Ucapnya lalu menarik selipan kertas di bawah garpu.

“Semoga suka makanannya ya kak Awin! :)”

Anjir?!

Siapa nih?

Win noleh, memperhatikan satu persatu manusia di dekatnya.

“Kenapa Win?” Tanya Frank setelah memperhatikan Win yang terlihat bingung sendiri.

“Ah? Oh! Gak papa.” Win menggaruk pipinya.

Gak ada yang tau nama kecilnya selain keluarga dan teman-teman dekatnya.

Win juga tau teman-teman dekatnya gak mungkin memanggil dirinya Awin, karena ia akan marah.

“Terus siapa?” Bisiknya menatap catatan kecil yang tadi terselip di bawah sendok-garpunya.

“Bright?” Entah kenapa juga nama itu harus muncul saat ini.

Tapi tidak heran karena Bright salah satu yang tau nama kecilnya selain circle-nya.

“Tapi gak mungkin banget dia nulis ginian, mana pake kak segala.” Win mengendik.

“Bodo ah, mending gue makan.” Ucapnya, kembali melanjutkan makan.

Tanpa tau ada sosok lain yang memperhatikan diam-diam sambil menahan senyum.

Win menerima makan siangnya dengan semangat.

mood-nya sedang baik dari kemarin, mungkin karena meeting-nya lancar.

“Selamat menikmati kak.” Win noleh, seorang pramugara tersenyum ke arahnya.

tumben dirinya dipanggil kak.

“Terimakasih.” Balasnya lalu tersenyum.

“Lucu banget.”

eh?

Perasaan Win doang atau emang pramugara tadi bilang dirinya lucu?

“Kepedean lu anjir.” Gumamnya lalu terkekeh tanpa sebab.

Win meraih sendok, namun gerakan tangannya terhenti ketika ia menemukan benda asing di bawah sendoknya.

“Apaan nih?” Ucapnya lalu menarik selipan kertas di bawah garpu.

“Semoga suka makanannya ya kak Awin!”

Anjir?!

Siapa nih?

Win noleh, memperhatikan satu persatu manusia di dekatnya.

“Kenapa Win?” Tanya Frank setelah memperhatikan Win yang terlihat bingung sendiri.

“Ah? Oh! Gak papa.” Win menggaruk pipinya.

Gak ada yang tau nama kecilnya selain keluarga dan teman-teman dekatnya.

Win juga tau teman-teman dekatnya gak mungkin memanggil dirinya Awin, karena ia akan marah.

“Terus siapa?” Bisiknya menatap catatan kecil yang tadi terselip di bawah sendok-garpunya.

“Bright?” Entah kenapa juga nama itu harus muncul saat ini.

Tapi tidak heran karena Bright salah satu yang tau nama kecilnya selain circle-nya.

“Tapi gak mungkin banget dia nulis ginian, mana pake kak segala.” Win mengendik.

“Bodo ah, mending gue makan.” Ucapnya, kembali melanjutkan makan.

Tanpa tau ada sosok lain yang memperhatikan diam-diam sambil menahan senyum.

Win menerima makan siangnya dengan semangat.

mood-nya sedang baik dari kemarin, mungkin karena meeting-nya lancar.

“Selamat menikmati kak.” Win noleh, seorang pramugara tersenyum ke arahnya.

tumben dirinya dipanggil kak.

“Terimakasih.” Balasnya lalu tersenyum.

“Lucu banget.”

eh?

Perasaan Win doang atau emang pramugara tadi bilang dirinya lucu?

“Kepedean lu anjir.” Gumamnya lalu terkekeh tanpa sebab.

Win meraih sendok, namun gerakan tangannya terhenti ketika ia menemukan benda asing di bawah sendoknya.

“Apaan nih?” Ucapnya lalu menarik selipan kertas di bawah garpu.

“Semoga suka makanannya ya kak Awin!”

Anjir?!

Siapa nih?

Win noleh, memperhatikan satu persatu manusia di dekatnya.

“Kenapa Win?” Tanya Frank setelah memperhatikan Win yang terlihat bingung sendiri.

“Ah? Oh! Gak papa.” Win menggaruk pipinya.

Gak ada yang tau nama kecilnya selain keluarga dan teman-teman dekatnya.

Win juga tau teman-teman dekatnya gak mungkin memanggil dirinya Awin, karena ia akan marah.

“Terus siapa?” Bisiknya menatap catatan kecil yang tadi terselip di bawah sendok-garpunya.

“Bright?” Entah kenapa juga nama itu harus muncul saat ini.

Tapi tidak heran karena Bright salah satu yang tau nama kecilnya selain circle-nya.

“Tapi gak mungkin banget dia nulis ginian, mana pake kak segala.” Win mengendik.

“Bodo ah, mending gue makan.” Ucapnya, kembali melanjutkan makan.

Tanpa tau ada sosok lain yang memperhatikan diam-diam sambil menahan senyum.

Win menerima makan siangnya dengan semangat.

mood-nya sedang baik dari kemarin, mungkin karena meeting-nya lancar.

“Selamat menikmati kak.” Win noleh, seorang pramugara tersenyum ke arahnya.

tumben dirinya dipanggil kak.

“Terimakasih.” Balasnya lalu tersenyum.

“Lucu banget.”

eh?

Perasaan Win doang atau emang pramugara tadi bilang dirinya lucu?

“Kepedean lu anjir.” Gumamnya lalu terkekeh tanpa sebab.

Win meraih sendok, namun gerakan tangannya terhenti ketika ia menemukan benda asing di bawah sendoknya.

“Apaan nih?” Ucapnya lalu menarik selipan kertas di bawah garpu.

“Semoga suka makanannya ya kak Awin!”

Anjir?!

Siapa nih?

Win noleh, memperhatikan satu persatu manusia di dekatnya.

“Kenapa Win?” Tanya Frank setelah memperhatikan Win yang terlihat bingung sendiri.

“Ah? Oh! Gak papa.” Win menggaruk pipinya.

Gak ada yang tau nama kecilnya selain keluarga dan teman-teman dekatnya.

Win juga tau teman-teman dekatnya tidak mungkin memanggil dirinya Awin, karena ia akan marah.

“Terus siapa?” Bisiknya menatap catatan kecil yang tadi terselip di bawah sendok-garpunya.

“Bright?” Entah kenapa juga nama itu harus muncul saat ini.

Tapi tidak heran karena Bright salah satu yang tau nama kecilnya selain circle-nya.

“Tapi gak mungkin banget dia nulis ginian, mana pake kak segala.” Win mengendik.

“Bodo ah, mending gue makan.” Ucapnya, kembali melanjutkan makan.

Tanpa tau ada sosok lain yang memperhatikan diam-diam sambil menahan senyum.

“Abang?” Bright dangak, lalu melambai ke arah adeknya yang lagi gitaran di balkon kamar lantai dua.

“Turun buru, gue bawa donat kesukaan lu.”

“Oke!” Setelahnya sosok di balkon menghilang.

“Abang pulang.” Ucap Bright setelah menutup pintu rumah.

“Loh? Abang? Katanya gak bisa pulang bulan ini.” Itu ayah Gawin.

“Mendadak bisa yah.” Balas Bright lalu memeluk ayahnya.

“Papo mana?”

“Tidur lah, udah jam segini juga.” Reflek Bright melirik jam dinding, pukul 1 pagi.

“Besok aja kalo gitu.”

“Kamu pulang sampai kapan?”

“Belum tau sih yah, semingguan mungkin?” Tas punggungnya beralih ke tangan ayahnya.

“Itu baju kotor semua, abang belum sempat laundry jadi bawa pulang.” Ayahnya ngangguk.

“Abang!” Adeknya muncul dari lantai dua.

“Mana donatnya?”

“Nih,” dua kotak donat kentang beralih ke tangan adeknya.

“Kamu ini ya, kebisaan nyuruh abang beliin terus.”

“Ryu gak minta yah, adek aja gak tau abang pulang.” Balas Ryu lalu membawa dua kotak donat ke arah meja makan.

“Abang udah makan? Tadi papo masak semur daging.”

“Belum yah, mau dong.” Gawin narik tangan Bright ke arah meja makan.

“Cuci tangan dulu sana, ayah ambilin makan.”

“Ayah udah sembuh?” Tanya Bright di sela cuci tangannya.

“Kata siapa ayah sakit?”

“Ryu.” Yang disebut namanya mengalihkan atensi dari donat kentang yang ia makan.

“Itu minggu lalu kali bang, ayah udah sembuh dari tiga hari lalu.” Bright ngangguk.

“Bagus deh,”

“Abang pulang karena ayah sakit?” Gawin meletakkan sepiring nasi semur daging di hadapan Bright.

“Gak juga sih.”

plak

Satu pukulan ringan mampir di belakang kepala Bright.

“Dasar durhaka.” Ketiga manusia di ruangan itu terkekeh.

Btw bang, minggu lalu abang pergi kemana?” Tanya Ryu, penasaran karena abangnya gak bisa pulang minggu sebelumnya.

“Kemana apanya?” Tanya Bright balik.

“Kata bang Nat, abang pergi ke luar kota.” Gawin noleh,

“Luar kota? Ngapain bang? Kerjaan?” Bright menggeleng.

“Ke rumah temannya abang, dia minta tolong.”

“Minta tolong buat?”

“Buat pura-pura jadi pacarnya.” Balas Bright santai.

uhuk

Ryu tersedak bubuk gula dari donat yang ia makan.

“Anjir pedih banget.” Dengan cepat tangannya meraih gelas air es.

“Abang serius?” Tanya ayahnya terkejut.

“Iya serius yah, cuma udah beres kok.”

“Awas karma.” Ucap Ryu asal, cukup kesal dengan abangnya yang kelewat santai dan cuek.

“Kalo kamu gak serius sama orang, ya jangan di deketin orangnya bang. Jangan bikin luka di hati anak orang kalo kamu gak bisa nyembuhin luka itu.” Ucap Gawin lalu berdiri.

“Ayah sama Papo gak pernah ngelarang abang atau Ryu buat pacaran, tapi kalo pacaran cuma buat ajang main-main sama perasaan orang lain, lebih baik jangan.”

“Jangan main api kalo tidak mau terbakar.” Lanjut Gawin lalu menepuk bahu Bright sebelum meninggalkan kedua anaknya di meja makan.

“Abis makan di rapikan lagi! Ayah mau tidur.” Teriak Gawin sebelum naik ke lantai dua.

“Dengerin tuh bang, jangan main-main.” Ryu berdiri, siap menyimpan sisa donatnya.”

“Lu itu yang jangan main-main.” Bright melempar kain lap ke arah Ryu, beruntung adeknya menghindar lalu terkekeh.

“Ryu doain abang jodoh sama pacar bohongan abang!”

“Pala lu!”