Dearyou_today

Jemput

Win menghela nafas sebelum menuruni tangga. Lima menit lalu ia menerima pesan dari Bright, pria itu sudah sampai di depan kosannya.

“Please berhenti deg-degan,” gumamnya sambil menuruni tangga.

Butuh waktu lebih lama dari biasanya sampai Win menyentuh tangga terakhir, sengaja, ia belum siap bertemu Bright.

“Win?” Win noleh, reflek mundur setelah melihat Bright duduk di kursi panjang yang kemarin mereka duduki.

“Oh? Gue kira masih di luar.” Ucapnya berusaha setenang mungkin.

“Tadi ada yang buka pagar, berangkat sekarang?” Bright berdiri, penampilannya selalu sempurna di mata Win.

Kaos putih dan jaket jeans yang sukses membuat jantung Win semakin tidak tenang.

“Boleh,”

“Itu bawa apaan?” Tunjuk Bright ke arah tas punggung Win.

“Bawa tugas kak, sorry banget harus bawa-bawa tugas kampus tapi deadline besok.” Bright ngangguk.

“Santai,” Pria itu mendahului Win menuju parkiran.

Ayo Win, kamu pasti bisa melewati ini.

Dinner

“Kak?” Bright mengalihkan atensinya ke arah pria yang duduk di depannya.

“Ya?”

“Gue boleh sambil nugas kan?”

“Boleh kok, santai aja Win.” Win ngangguk, sejujurnya dia merasa tidak enak tapi deadline tugasnya besok.

Salahkan dirinya yang selalu menunda-nunda untuk mengerjakan tugas kuliah.

Win mengeluarkan setumpuk kertas dari tas punggungnya.

“Tugasnya sebanyak itu Win?”

“Hah?”

“Itu,” Bright menunjuk tumpukan kertas milik Win.

“Oh iya, eh maksudnya nggak.” Win jadi bingung sendiri.

“Tugas dari sini tapi gak sebanyak ini,” jelasnya yang dibalas anggukan Bright.

“Kerjain aja.”

“Serius gak papa gue tinggal nugas?”

“Emang kalo gue larang lu mau dengerin?” Tanya Bright balik.

Eh?

“E-ee mungkin?” Jawab Win ragu.

“Kerjain aja, tapi nanti pas pulang jangan diam doang kayak tadi.”

Iris mereka bertemu.

“I-iya, nanti gak diam doang deh.” Win mengalihkan pandangannya.

Dia gak sekuat itu buat natap Bright lebih dari 5 menit.

“Okay,” balas Bright.

Win melirik sebentar ke arah Bright yang masih menatapnya, lalu mulai memofuskan atensi ke tugasnya.

– 20 menit kemudian-

“Win,”

“Ya kak?” Win ngangkat wajahnya.

“Jangan serius-serius.”

“Ha?” Win gak paham.

“Lucu banget, gue gak kuat.”

Dinner

“Kak?” Bright mengalihkan atensinya ke arah pria yang duduk di depannya.

“Ya?”

“Gue boleh sambil nugas kan?”

“Boleh kok, santai aja Win.” Win ngangguk, sejujurnya dia merasa tidak enak tapi deadline tugasnya besok.

Salahkan dirinya yang selalu menunda-nunda untuk mengerjakan tugas kuliah.

Win mengeluarkan setumpuk kertas dari tas punggungnya.

“Tugasnya sebanyak itu Win?”

“Hah?”

“Itu,” Bright menunjuk tumpukan kertas milik Win.

“Oh iya, eh maksudnya nggak.” Win jadi bingung sendiri.

“Tugas dari sini tapi gak sebanyak ini,” jelasnya yang dibalas anggukan Bright.

“Kerjain aja.”

“Serius gak papa gue tinggal nugas?”

“Emang kalo gue larang lu mau dengerin?” Tanya Bright balik.

Eh?

“Ee mungkin?” Jawab Win ragu.

“Kerjain aja, tapi nanti pas pulang jangan diam aja.”

Iris mereka bertemu.

“I-iya, nanti gak diam dong deh.” Win mengalihkan pandangannya.

Dia gak sekuat itu buat natap Bright lebih dari 5 menit.

“Okay,”

Win melirik sebentar ke arah Bright yang masih menatapnya, lalu mulai memofuskan atensi ke tugasnya.

“Win,”

“Ya kak?” Win noleh.

“Jangan serius-serius.”

“Ha?” Win tidak paham.

“Lucu banget, gue gak kuat.”

Jemput

Win menghela nafas sebelum menuruni tangga. Lima menit lalu ia menerima pesan dari Bright, pria itu sudah sampai di depan kosannya.

“Please berhenti deg-degan,” gumamnya sambil menuruni tangga.

Butuh waktu lebih lama dari biasanya sampai Win menyentuh tangga terakhir, sengaja, ia belum siap bertemu Bright.

“Win?” Win noleh, reflek mundur setelah melihat Bright duduk di kursi panjang yang kemarin mereka duduki.

“Oh? Gue kira masih di luar.” Ucapnya berusaha setenang mungkin.

“Tadi ada yang buka pagar, berangkat sekarang?” Bright berdiri, penampilannya selalu sempurna di mata Win.

Kaos putih dan jaket jeans yang sukses membuat jantung Win semakin tidak tenang.

“Boleh,”

“Itu bawa apaan?” Tunjuk Bright ke arah tas punggung Win.

“Bawa tugas kak, sorry banget harus bawa-bawa tugas kampus tapi deadline besok.” Bright ngangguk.

“Santai,” Pria itu mendahului Win menuju parkiran.

Ayo Win, kamu pasti bisa melewati ini.

Tamu tak diundang

Tepat setelah Win membaca pesan dari Bright, ia segera lompat dari kasur dan mendekat ke arah jendela kamar.

Kamar Win tepat berada di lantai dua dekat pinggir jalan, yang artinya ia bisa melihat siapa saja yang berdiri di depan pagar kosan dari jendela kamarnya.

“Anjing! Beneran!” Jerit Win setelah menemukan sosok Bright berdiri di depan pagar kosannya dengan penampilan casual.

Pria itu keluar kamar dengan tergesa, beberapa kali nyaris tersandung karena menginjak celana piyamanya sendiri.

“Mau kemana Win?” Tanya Tung penasaran, melihat Win berlari melewati kamarnya.

Win menyeka keringatnya, ntah kenapa juga dirinya harus berlari seperi tadi. Ia menghela nafas sebelum mendekat ke arah pagar, bayangan Bright terlihat di sela pagar.

“Bayangannya aja ganteng,” batinnya.

“Bentar kak, gue bukain dulu.” Ucap Win sebelum mengambil kunci dari gantungan.

“Ngapain kak kesini?” Pertanyaan terlontar begitu saja setelah berhasil membuka pagar untuk Bright.

“Jadi gue gak boleh kesini?” Tanya Bright balik.

Eh? Win salah ngomong ya?

“Anu, bukan gitu, maksudnya ada perlu apa ya?”

“Ada perlu sama lu.”

Sama Win?

“Perlu apa?”

“Ini gue gak disuruh masuk dulu? Berdiri depan pagar banget?”

Oh iya, otak Win mendadak dua kali lipat lebih lemot kalo berhadapan sama Bright.

“Eh, sorry kak, ayo masuk.”

Bright mengikuti Win menuju kursi panjang yang di siapkan untuk tamu kosan.

“Boleh nanya gak Win?”

“Boleh, kenapa kak?”

“Lu kalo tidur suka pake piyama lucu gitu?”

Ha?

Piyama lucu?

Win melirik baju yang ia gunakan, lalu menyesali keputusannya untuk turun begitu saja tanpa berganti baju.

Win lupa jika dirinya masih menggunakan piyama abu-abu dengan corak bebek karet kecil pemberian ibunya.

Bukan karena ingin terlihat lucu di depan Bright, yang ada Win merasa malu luar biasa saat ini.

“Ah, itu, baju tidur yang lain masih di laundryan semua, sisa ini.” Balas Win sambil menggaruk tengkuknya gugup.

“Sorry kak kalo terlihat gak bagus atau gimana, tadi pas mau turun lupa ganti baju.” Lanjutnya masih gugup setengah mampus.

Imej-nya jatuh di depan Bright.

“Gak papa kok, cocok buat lu, soalnya lucu.”

Gimana? Gimana?

Siapa yang lucu?

Dirinya kah? Atau piyamanya?

Pasti piyamanya sih, Win tidak boleh terlalu percaya diri.

“Hehehe,” Win bingung mau balas apa.

“Jadi kenapa kak Bright kesini?”

“Oh iya, hampir lupa. Gue mau nganter hadiah buat lu.” Bright mengeluarkan sesuatu dari kantong belakang celananya.

“Padahal tadi udah bilang mau di ganti aja pemenangnya.”

“Gak bisa di ganti, udah aturannya begitu.” Balas Bright lalu menyerahkan amplop biru tua.

“Isinya apaan?”

“Bukanya nanti, pas gue udah balik.”

Sejujurnya Win gak begitu paham, tapi ia mengangguk saja.

“Okay.”

“Kalo gitu gue balik ya,”

Secepat itu?

Dirinya bahkan belum puas memperhatikan wajah Bright dari dekat.

“Iya kak,” keduanya berdiri.

“Terimakasih ya kak, udah mau repot-repot nganter kesini.” Win jadi ga enak.

“Gak repot kok, gue yang mau.”

Lagi-lagi Win melihat senyum singkat Bright.

“Gue balik, bye.” Win ngangguk, memperhatikan punggung Bright yang menjauh.

“Hati gue masih sehat kan ya?”

Win mau pingsan aja.

Win menatap sun crush di atas mejanya, lalu melirik Bright yang baru selesai ganti baju.

Emang ya cowok ganteng pake kaos hitam tu kadar kegantengan naik berkali-kali lipat.

“Kenapa?”

Waduh ketahuan ngelihatin pacar orang bro.

“Eh? Gak kok.” Win buang muka, malu dia.

“Kenapa gak diminum? Kata Love, lu suka sun crush.” Ucap Bright sambil nunjuk minuman yang ia buat sebelum ganti baju.

“Iya, suka kok.” Jawab Win sambil mulai nyedot minumannya.

“Hari ini sun crush dijual kak?” Bright ngangguk,

“Semua minuman dari hari pertama dijual hari ini.”

Win mengangguk paham.

“Disini sampai malam kan?”

“Tergantung yang lain, sama tergantung tempat.”

“Tempat?”

“Suka gak kedapetan tempat buat nonton live music, jadi biasanya skip.” Jelas Win yang emang selalu gak beruntung tiga hari kemarin.

“Kalo gitu nanti malam ikut gue biar dapat tempat,”

Eh?

Apa Win tidak salah dengar?

“Gimana kak?”

“Nanti malam gue tampil, lu ikut gue biar dapat tempat dekat panggung.”

“Gak usah kak, gue sama yang lain aja.”

“Maksud gue, lu sama yang lain ikut gue.”

Yahh kepedean si Win, dia kira Bright cuma mau ngajak dirinya.

“Ohh, iya nanti gue kasih tau yang lain.”

Win menghela nafas, ada sedikit rasa kesal.

Win tetaplah Win,

yang bukan siapa-siapa di mata Bright.

Win terkekeh geli membaca pesan balasan dari teman-temannya yang kesal dengan kadar kebucinan seorang Win.

JJ lagi ninggalin dia bentar buat ngasih kunci mobil ke AJ.

Posisi Win yang berjongkok dekat pot bunga pojok cukup strategis untuk tidak terlihat oleh siapapun, setidaknya dia tidak mau bertemu Bright ketika lagi sendirian.

Hatinya gak akan kuat bro-

“Win.” Yang dipanggil dongak,

HAH

Pria itu hampir saja terjungkal ke belakang setelah melihat sosok Bright yang berdiri di depannya.

Untung Bright cukup sigap menahan lengan Win sebelum pria itu terjungkal.

“Lu gak papa?” Win reflek berdiri, lalu ngangguk gugup.

“I-iya gak papa, gue kaget aja tiba-tiba ada orang.”

Tiba-tiba ada malaikat di depannya, nyaris Win ngira dia lagi di surga.

Emang gak sinkron hati sama mulut.

“Yang lain mana? Kok jongkok disitu sendirian?”

“Ah? Oh! Hm, yang lain masih ada kelas kak.”

“Kesini sendirian?” Win ngangguk terus menggeleng sedetik kemudian.

“Jadi? Sendirian atau gak?”

“E-ee sekarang sendirian, tapi tadi kesini bareng JJ.” Balas Win cepat.

“Ohh,” Bright ngangguk, memperhatikan Win yang terus menunduk.

“Ada uang emang?”

“Ha?”

“Itu lu nunduk terus, ada uang emang dekat kaki lu?” Reflek Win mengangkat kepalanya.

“Hehe,” garing tapi Win udah gak tau lagi mau bales apa.

Hatinya udah kayak mau lompat keluar saking degdegan-nya.

“E-ee kak Bright gak jaga stand?” Akhirnya ada yang dia tanya.

“Bentar lagi jaga, mau ikut?”

“Ha?” Duh Win kenapa mendadak jadi tukang keong sih hari ini.

“Mau ikut gue ke stand? Daripada jongkok disitu.”

“Oh, eeem, gak usah kak. Gue disini aja nunggu JJ.”

“Ohh ya gak masalah sih kalo berani nunggu lama depan gudang.” Win noleh kebelakang,

anjing lah, jadi dari tadi dia jongkok depan gudang hukum yang terkenal angker itu?

“Kalo gitu gue tinggal ya.” Bright hampir balik badan, namun Win langsung menahan lengannya.

Pria itu melirik tangan Win yang menahan lengannya.

“Eh! Maaf kak,” Serba salah emang Win.

“Anu, gue masih boleh ikut ke stand kakak?” Tanya Win takut-takut.

“Gak jadi nunggu JJ disini?”

Win tau Bright ngomong gitu tanpa ekspresi tapi ntah kenapa ada nada jail di pertanyaannya.

“Nunggu JJ di stand kak Bright aja kalo boleh, kalo gak boleh gak papa.”

Demi Tuhan, Win barusan liat Bright senyum tapi bentar doang.

“Boleh kok, kayaknya lu juga dicariin temen gue.”

“Siapa?”

“Love,”

Ohh perempuan yang nawarin dia minum gratis.

“Katanya lu mau datang kemarin, tapi ternyata nggak.” Win garuk pipinya.

“Itu, kemarin gue gak enak badan jadi cuma datang siang.” Bright ngangguk,

“Ayok.” Ucapnya lalu diikuti Win yang mengekor di belakang.

Hati tolong lebih kuat ya,

gak lucu kalo Win tiba-tiba pingsan di bazar gara-gara Bright.

Win dan penyesalannya

Sumpah Win gak terlalu percaya waktu Pong bilang kalo muter lewat parkiran itu jauh. Tapi setelah setengah jalan, ia menyesali keputusannya.

Ternyata parkiran hukum itu lebih jauh dari dugaannya.

Sialan!

Untuk menuju parkiran samping fakultas hukum, Win harus melewati gedung hukum yang luasnya menyamping, berbeda dengan gedung fakultasnya yang vertikal ke belakang.

Dan kebodohannya yang lain yaitu, jalan kaki.

Iya, Win jalan kaki menuju parkiran hukum karena ia pikir jaraknya dekat dan ternyata ia menyesal, sangat menyesal karena meninggalkan motornya di parkiran psikologi.

“Gila jauh banget anjir parkiran hukum.” Keluh pria itu sambil sesekali menyeka keringatnya.

Belum apa-apa kemejanya sudah basah.

Win ingin sekali mengeluh di grup chatnya tapi mengingat ia hanya akan dijadikan bahan ejekan teman-temannya karena ‘maksa’ untuk muter, Win mengurungkan niatnya.

Jika ia hanya butuh waktu kurang dari 10 menit untuk jalan dari depan gedung psikologi ke depan gedung hukum, maka kali ini ia butuh waktu lebih dari itu untuk memutar dan menemukan parkiran samping.

Win menghela nafas lega setelah menemukan tulisan “parkiran fakultas hukum” di depannya.

“Akhirnyaaaaaa.” Ucapnya lalu menyeka keringat.

Ia memperhatikan sekitar, area parkiran cukup sepi. Karena sudah memasuki jam pulang kuliah, ditambah kebanyakan mahasiswa hukum lebih senang menggunakan parkiran seberang gedung, lebih dekat kalo kata AJ.

Win mengeluarkan handphonenya, dengan segera mengirim pesan ke JJ.

  • Gue udah masuk parkiran nih, lu tunggu mana? – sent

“Ini parkiran serem juga, mana sebelahan sama pohon beringin.” Gumamnya sambil sesekali melirik ke arah pohon beringin besar.

“Jj mana sih.” Tepat setelahnya handphonenya bergetar,

-Bentar win, gue lagi bantu aj-

Duh dia harus nunggu disini sendirian? Mana udah sore begini.

“Iya gue kesitu.”

Win noleh setelah mendengar suara.

“Gue lagi di parkiran, dompet ketinggalan di mobil.” Suaranya gak asing buat Win.

Jangan bilang itu-

“Ha?” Reflek Win menutup mulutnya, itu keluar tanpa sengaja setelah melihat Bright tiba-tiba muncul di hadapannya.

Bright sempat menoleh ke arah Win lalu kembali melangkah menuju mobil putih.

“Ahh mobil itu.” Batin Win, ia sangat hafal dengan mobil putih itu, mobil yang ia tunggu tiap pulang kuliah.

Kurang dari 5 menit Bright kembali dengan dompet di tangannya, bersiap meninggalkan parkiran.

Namun baru tiga langkah menjauh, pria itu menoleh kembali ke arah Win yang masih belum bergerak sama sekali.

“Kalo mau ke bazar lewat situ,” tunjuk Bright dan Win mengangguk dengan gugup.

“Jangan berdiri disitu sendirian, kecuali kalo gak takut sama suara-suara aneh.”

Ah sialan!

Sempat-sempatnya Win ditakuti.

Bright melangkah kembali, menjauh dari Win.

Win sempat ragu untuk mengikuti arahan Bright, tapi akhirnya ia memutuskan untuk segera ke bazar daripada mendengar yang tidak-tidak di parkiran.