Dearyou_today

Ketujuh anggota 7DREAM segera melangkah ketengah panggung setelah selesai membawakan lagu sebelum penutupan yang biasanya diakhiri dengan encore.

Tergambar jelas ekspresi lelah namun menyenangkan dari masing-masing anggota.

Julian mengatur nafasnya sebelum mengangkat mic-nya kembali.

MAKE SOME NOISEEEEEEE!” Teriaknya yang langsung disambut gemuruh fans.

“Wahhh, energi kalian gak habis-habis ya, selalu on fire.” Ucapnya lalu tersenyum, ia masih mengatur nafas.

“Saking on fire-nya, kita yang kebakar disini.” Saut Theo yang sibuk mengelap keringatnya dengan handuk kecil.

Right? Let me wipe this first.” Lanjut Julian sambil mengelap keringatnya setelah menerima handuk kecil dari Jemiah.

“Kalian udah capek belum sih?” Tanya Leon sambil mengarahkan mic-nya ke arah fans.

“BELUMMM!” Ketujuh member terkejut dengan teriakan fans karena mereka sengaja melepas earpiece yang mereka gunakan.

“Disini kita udah kehabisan nafas.” Celetuk Jasper dengan ekspresi lelah yang dibuat-buat.

Fans tertawa,

“Apa kita lanjut konser sampai pagi aja ya?” Detik selanjutnya terdengar riuh fans yang menyetujui pertanyaan Gavin.

Party all night baby.” Lanjut Samuel yang disambut fans dengan lebih heboh dari sebelumnya.

Okay, now I am back.” Julian membuka suara kembali setelah selesai mengeringkan keringatnya.

First of all, you guys are rock! Kalian keren banget dari awal konser sampai saat ini.” Fans mulai kondusif, suasanya berubah jadi lebih serius.

“Terimakasih buat yang sudah datang ke konser kita hari ini, kalian selalu berhasil membawa energi positif buat kita bertujuh disini, dan kita harap kalian juga mendapatkan energi yang sama dari 7DREAM.” Keenam anggota lainnya mengangguk setuju.

“Untuk beberapa fans, ini mungkin sudah menjadi konser kalian yang kesekian kalinya, and for the others, ini mungkin menjadi konser 7DREAM pertama yang kalian datangi.”

“Jadi untuk itu, kita mau mengucapkan terimakasih banyak buat kalian para fans yang sudah mendukung 7DREAM sejak awal sampai saat ini, dan untuk fans yang baru bergabung di keluarga ini, selamat datang, semoga kita bisa saling mendukung sampai akhir.”

Beberapa fans mulai merasa emosional.

“Seperti yang kalian tau, kita, 7DREAM, bisa ada di panggung ini sampai detik ini tentu karena dukungan kalian semua. We’ve been through all of ups and downs together, dan gak terasa sudah hampir 7 tahun bersama.”

They said people come and go, but I believe, kalian akan tetap bersama dengan kita disini.” Julian memeperhatikan fans yang mulai terlihat sedih.

“Karena 7DREAM percaya kalian, boleh gak kalau kita minta kalian percaya 7DREAM juga?” Fans mengangguk,

“Boleh gak??” Tanya Julian lagi yang disambut jawaban fans.

“BOLEHHHHHH.”

“Boleh katanya Ju.” Saut Jemiah.

Julian mengangguk,

“Terimakasih karena sudah percaya 7DREAM sampai detik ini. Jadi kita harap setelah ini, kalian bisa jalani hari-hari dengan bahagia tanpa perlu merasa takut dan khawatir ya, karena everything will be okay.” Ucap Julian yang sebenarnya menyisipkan pesan mengenai rumor mereka yang tidak akan perpanjang kontrak.

“Kok jadi sedih gini sih suasananya, kan habis ini kita bawain lagu yang semangat bapak leader.” Celetuk Jasper, mencoba mancairkan suasana.

“Iya nih, tuh udah ada yang nangis karena bapak leader.” Saut Theo sambil menunjuk fans yang terlihat menangis namun tertawa disaat yang bersamaan.

“Udah-udah jangan sedih-sedih guys, untuk menghibur kesedihan ini, bagaimana kalau kita kasih spoiler? Mau gak spoiler?” Tanya Jasper yang langsung mengarahkan mic-nya ke arah fans.

“Gimana? Gimana? Gak kedengaran nih, ayo jangan lemas dong. Mau spoiler gak nihhhh?”

“MAAAAUUUUUUUUUU!!!!”

“Wih semangat banget kalau masalah spoiler.” Balas Leon yang diikuti tawa anggota yang lain.

“Pada mau spoiler nih pak Julian, boleh gak Jasper yang ganteng ini kasih bocoran dikit ke fans-fans tersayang?” Tanya Jasper dengan nada bercanda.

Julian mengangguk.

“WIH BOLEH NIH GUYSSS.” Fans kembali riuh.

“Okay, kasih spoiler-nya sambil duduk santai aja kali ya, sekalian minum karena udah haus banget.” Lanjut Julian lalu melangkah ke pinggir panggung untuk mengambil botol minum dan duduk disana.

Hal yang sama juga dilakukan anggota 7DREAM yang lain, mereka menyusul Jasper dan duduk berjajar di pinggir panggung yang otomatis menjadi pusat kehebohan fans di hadapan mereka.

“Eh eh eh, jangan rusuh karena kalau rusuh batal spoiler.” Ucap Theo yang melihat fans mulai heboh.

“Okay, Jasper disini sudah mau kasih spoiler yang spektakuler buat kalian semua.” Fans kembali fokus,

“Seperti yang kalian tau, beberapa bulan lagi 7DREAM mau ulang tahun yang ke tujuh kan? Wih udah mau tujuh tahun aja nih bareng kalian.” Jasper terkekeh.

“Sebagai ucapan terimakasih 7DREAM ke Dreamer, kita memutuskan untuk mengadakan fan meeting nih.” Fans bersorak senang,

“Eh bentar, bukan ini spoiler-nya.” Anggota lain ikut tertawa,

“Kalau cuma fan meeting kan biasa ya? Tiap tahun juga ada. Tahun ini kita adain berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,”

Fans antusias sekaligus penasaran dengan apa yang akan diucapkan Jasper selanjutnya.

“Karena tahun ini kita akan mengadakaaaann,”

Jasper menghadap belakang, lalu menunjuk layar LED di belakang mereka.

Tepat setelahnya, tulisan FREE FAN MEETING muncul di tengah layar dengan tulisan super besar.

Fans tentu terkejut dan langsung berteriak heboh setelah melihat tulisan di layar LED.

“Yap, kita akan mengadakan free fan meeting untuk kalian.” Ketujuh anggota 7DREAM kembali berdiri dan menuju tengah panggung.

Free fan meeting maksudnya apa sih Jas?” Tanya Gavin yang mewakili rasa penasaran fans.

“Jadi, 7DREAM akan buat fan meeting secara gratis untuk merayakan hari jadi kita yang ke tujuh tahunnnn.” Semua fans bertepuk tangan, antusias dengan project fan meeting 7DREAM.

“Cara ikutannya kayak gimana sih Jas?” Kali ini Leon yang bertanya.

“Fans bisa melakukan pendaftaran di official website 7DREAM tentunya.”

“Siapa aja boleh ikut nih Jas?” Kali ini giliran Theo.

“Boleh dong, tapiiiii,” Jasper memotong ucapannya dengan sengaja.

Fans dibawa penasaran,

“Tapi apa tuh?” Samuel ikut bertanya.

“Tapi fan meeting ini terbatas hanya untuk 777 fans beruntung yang berhasil melakukan pendaftaran.” Seketika fans kembali histeris, terdengar suara keluhan dari berbagai sudut.

“Aduh, aduh, mulai marah nih Jas.” Jasper tertawa.

“Jangan khawatir guys, sistemnya lucky draw jadi bukan siapa cepat dia dapat ya, kalian semua punya kesempatan yang sama.” Jelas Jasper yang masih disambut riuhan fans.

“Gantian dong Jemiah yang nanya,” goda Gavin yang melihat Jemiah hanya memperhatikan mereka saja sejak awal.

“Soalnya nempel mulu sama Julian sih.” Celetuk Samuel yang sukses membuat fans teriak heboh disusul ekspresi terkejut dari anggota yang lain.

“Hah? Nempel apaan.” Balas Jemiah yang reflek menjaga jarak dengan Julian.

“Nempel juga gak masalah sih Je, fans malah senang, ya gak guys?” Tanya Samuel ke arah fans yang dibalas anggukan beberapa fans.

Jemiah melirik ke arah Julian yang sepertinya tidak terganggu dengan godaan Samuel.

“Lanjutin aja deh ini fan meeting-nya gimana Jas? Katanya bakal ada lucky fans juga ya?” Tanya Jemiah yang berusaha menutupi kebingungannya.

“Oh iyaaaa, hampir lupa, terimakasih kak Jemiah yang cakep.” Jemiah berdecih pelan,

“Seperti yang kita bilang tadi, fan meeting ini akan diundi untuk 777 fans beruntung kan? Tapi nggak sampai disitu aja guys.” Jasper melangkah lebih ke tengah, berdiri tepat di depan layar LED

“Karena selain 777 fans, akan ada 7 golden ticket untuk 7 lucky fans dari 777 fans yang akan hadir di fan meeting kita.” Riuh tepuk tangan dan sorakan terdengar dari area fans, mereka sangat antusias dengan rencana fan meeting dari 7DREAM.

“Bagi siapapun yang berhasil dapat golden ticket ini, berkesempatan untuk naik ke atas panggung dan seru-seruan bareng kita nanti.”

“Selain itu, akan dapat hadiah spesial dari kita bertujuh.” Seluruh fans di stadium tidak bisa menahan teriakan mereka, terlalu histeris dan antusias, bahkan bisa terdengar sampai ke luar stadium.

“Emang acaranya kapan sih Jas?”

Good question kak Gavin, fan meeting ini akan diadakan tepat di tanggal anniversary kita, lima bulan lagi.” Ketujuh anggota bertepuk tangan.

“Tapiiii, kalian sudah bisa mendaftar mulai besok, jam tujuh malam.” Atmosfer di stadium berubah lebih bersemangat dan meriah, beberapa fans bahkan terlihat menahan haru bahkan menangis setelah mendengar kejutan dari 7DREAM.

“Okay, spoiler atau bisa dibilang kejutan kali ya, cukup sampai disini, waktunya kembali ke leader.” Ucap Jasper sambil menunjuk Julian yang mengangguk.

“Terimakasih untuk Jasper yang sudah kasih kejutan untuk Dreamer disini, dan ini baru satu dari beberapa hal yang kita persiapkan jadi ditunggu kejutan lainnya.” Seluruh anggota reflek mengangkat ibu jari mereka.

“Dan karena sudah semakin malam, kayaknya kita harus percepat takut Dreamer pulang terlambat.” Fans kompak menggeleng, seperti menolak untuk pulang.

Setelahnya, satu persatu member 7DREAM mengutarakan pesan dan kesannya untuk seluruh fans, dimulai dari Samuel di ujung kanan panggung dan ditutup oleh Gavin di ujung kiri panggung. Beberapa terlihat sedikit emosional bahkan Leon hampir menangis.

Jemiah berusaha mengembalikan suasana menjadi lebih ceria dengan melemparkan candaan lucu sebelum akhirnya Gavin menutup dengan perkataan bijaknya.

“Apapun yang terjadi di depan sana nanti, let’s trust each other, shall we?” Ucapnya lalu tersenyum hangat yang terpampang jelas di layar LED.

“Sekali lagi terimakasih buat kalian yang sudah datang kesini, sampai bertemu di fan meeting ya.” Tutup Julian lalu mengarahkan seluruh teman-temannya untuk berjajar lebih rapi.

ONE! TWO! DREAM!” Seru Julian,

HIGH! WE ARE 7DREAM!” Disusul seruan anggota yang lain sebelum ketujuh member 7DREAM itu menunduk 90 derajat.

Tepat setelahnya, musik kembali terdengar dan siap melanjutkan konser sebelum berakhir.

imgoodtoday

Axel melirik ke arah tangannya yang saling terkait dengan tangan Jericho selama perjalanan menuju Bangkok. Ia menahan senyumnya, pria dibelakang kemudi seperti tidak berniat untuk melepas genggamannya.

Ia menggerakan kepalanya riang mengikuti lagu yang terputar dari radio.

I’m at a payphone, trying to call home All of my chance I spent on you Where have the times gone? Baby, it’s all wrong

Jericho meliriknya sekilas, lalu mengeratkan gengamannya setelah melihat Axel yang bersenandung kecil dengan kepala bergoyang pelan, ia tidak bisa menahan senyumnya.

“Suka Maroon 5 Xel?” Tanya Jericho setelah memperhatikan Axel yang beberapa kali bersenandung lancar mengikuti lirik lagu salah satu band terkenal itu.

Not their fans sih, tapi gue tau lagu-lagu mereka.” Jericho mengangguk,

“Terus sukanya penyanyi siapa?” Axel menoleh,

“Gue suka banget sama Bruno.” Balas Axel semangat.

“Bruno Mars?” Axel mengangguk senang,

“Gue suka dia dari gue bocil,” Axel terkekeh,

“Kayak apa ya, lagunya selalu asik banget buat gue sampai sekarang.” Lanjutnya sambil mengingat-ingat masa kecilnya.

“Berarti pernah nonton konsernya?”

Sadly gak pernah, waktu Bruno Mars ke negara kita itu gue masih bocil, gak dikasih ijin buat nonton.” Balasnya sambil tertawa pelan.

“Kalau dia ke negara kita lagi nanti, mau nonton?”

“MAU BANGET!” Jawab Axel semangat.

“Tapi gue gak tau juga bisa nonton enggaknya, pasti susah banget buat dapat tiketnya.” Lanjutnya lagi dengan pesimis.

“Jangan pesimis dulu dong, dicoba dulu.”

“Hahahaha iya, pasti gue coba banget.” Tepat setelahnya lagu Bruno Mars – Count On Me terputar di radio.

“Ehhhh lagu kesukaan gue!” Dengan cepat Axel mengikuti lagu tersebut dengan riang.

Jericho hanya memperhatikan pria di sampingnya sambil tersenyum dengan tangan yang masih saling bertaut.


“Ke China Town naik mobil pasti macet deh nanti malam, mau naik taksi atau apa gitu gak Jer?” Tanya Axel setelah keduanya merebahkan diri di atas kasur hotel.

Mereka baru saja sampai di Bangkok.

“Boleh, lo nggak masalah?” Tanya Jericho balik.

“Kenapa masalah?”

“Nggak capek?” Axel menggeleng.

“Harusnya gue yang nanya kayak gitu gak sih, kan yang nyetir lo.” Jerico mengubah posisi tidurnya, menghadap ke Axel.

“Gue nggak capek, soalnya ditemani princess sih.” Ucapnya pelan dengan nada menggoda.

“Ihhh, jangan dilanjut ya Jer.” Pria itu terkekeh, menggoda Axel memang menyenangkan.

Tangannya terulur, memeluk pinggang yang lebih muda.

Axel menoleh, mendapati Jerico yang sudah terpejam.

“Kalau lo capek, kita batalin aja rencana ke China Town.” Ucap Axel lalu mengubah posisi tidurnya juga, sekarang keduanya saling berhadapan.

“Jangan dibatalin, gue nggak capek, cuma butuh tidur sebentar.” Balas Jericho dengan mata terpejam.

Okay, ayo tidur sebentar.” Axel menyamankan posisinya di dada Jericho.

Keduanya saling berpelukan.

Axel reflek menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara pintu terbuka, gerak tangannya terhenti.

Ia dapat melihat sosok yang sudah menemani dirinya selama beberapa hari di Pattaya masuk dengan dua kantong plastik dari swalayan dekat hotel mereka.

“Jadi pulang hari ini Axel?” Tanya Jericho setelah menemukan Axel yang tengah sibuk merapikan tasnya.

“Iya,” Jawabnya singkat, entah mengapa ia merasa berat menjawabnya.

Jericho mendekat, ia meletakkan kantong-kantong plastik tersebut di atas sofa lalu mendudukan dirinya di atas kasur lalu.

“Duduk sini dulu Xel.” Yang lebih muda menuruti ucapan Jericho, ia duduk di samping Jericho, keduanya menatap balkon yang langsung mengarah ke pemandangan laut.

Are you sad now?” Axel menoleh, tidak menduga mendapat pertanyaan seperti itu dari Jericho.

Ia menghela nafas pelan,

“Gue tau ini salah Jer, dari awal juga lo udah bilang kalo ini semua just for fun, dan gue setuju, gue paham.” Jericho melirik sebentar ke arah Axel yang sekarang menatap jari-jari kakinya.

“Tapi gue gak bisa bohong kalo emang gue feeling a little bit sad now, gue gak baper kok Jer, tenang aja, gue cuma apa ya, kayak feeling blue all of sudden?” Lanjut Axel yang cukup bingung menjelaskan perasaannya sekarang.

“Gue ngerasa kita click in some ways? Mungkin itu yang akhirnya bikin gue mellow dikit.” Jericho terkekeh pelan, Axel sontak menoleh bingung.

“Jangan ketawa ih, gue beneran ini loh.” Axel juga bingung kenapa tiba-tiba sosok di sampingnya terkekeh.

Jericho melingkarkan kedua lengannya di pinggang Axel,

“Iya maaf ya Xel, gue gak maksud ngetawain lo.” Yang lebih tua meletakkan dagunya di atas bahu Axel.

“Gue cuma ngerasa kalo lo itu lucu, gue gak masalah kalau emang lo ngerasa sedih Axel, perasaan itu valid, jadi gak perlu khawatir ya.” Lanjut Jericho lalu mengecup pipi kiri Axel.

“Kita emang setuju hubungan ini sebatas for fun aja, but your feeling is valid, sedih karena mau pisah itu wajar apalagi kita udah bareng empat harian ini.”

“Gue minta maaf ya karena gak bisa ngelakuin apapun untuk perasaan sedih lo itu.” Axel menggeleng cepat,

“Nggak Jer, lo gak perlu minta maaf, gue cuma mau jelasin aja apa yang gue rasain sekarang.”

“Iya, sekarang gue paham, terimakasih ya Axel udah mau jujur sama gue.” Axel menoleh, gerakannya membuat hidung mereka saling bersentuhan.

“Terimakasih juga udah mau dengarin gue Jer.” Jericho tersenyum lalu mengecup bibir pria di sampingnya itu.

My pleasure my princess,”

“Ihhh kok princess!” Axel mendorong tubuh Jericho, yang didorong tertawa.

“Loh kan emang suka dipanggil princess apalagi waktu-“ Dengan cepat Axel menutup mulut Jericho dengan tangannya.

“Jangan dilanjut.” Ia bisa melihat Jericho menahan tawanya dari lengkungan mata yang membetuk bulan sabit.

Alright, will shut my mouth.” Ucap Jericho lalu melakukan gerakan seolah mengunci mulutnya.

You better do that.” Lagi, Jericho mengecup gemas pipi Axel.

“Sekarang gantian, gue juga mau jelasin sesuatu.” Axel menoleh,

“Jelasin apaan?”

“Besok jadwalnya ke Chiang Mai kan?” Axel mengangguk.

“Kebetulan besok juga waktunya gue pulang ke Indonesia Xel.” Ah entah mengapa Axel jadi semakin sedih mendengarnya.

“Karena dari itu gue harus ke Bangkok juga.”

“Oke, terus?” Jericho mencubit hidung Axel pelan.

“Awww, kenap dicubit sih.” Protesnya.

“Habisnya lemot.”

“Dih? Lemot apaan?”

“Kita ke Bangkok bareng hari ini.” Axel mengerjap cepat,

“Hah? HAH? Seriusan?” Jericho mengangguk.

Pria yang lebih muda menjadi antusias, setidaknya ia masih punya waktu beberapa jam kedepan sampai keduanya benar-benar berpisah.

“Gue juga sewa mobil,” Axel memeluk leher Jericho tanpa aba-aba, membut pria itu hampir limbung ke belakang.

Happy?” Axel mengangguk semangat, sedangkan Jericho mengelus punggungnya.

“Mau berangkat sekarang? Jadi nanti malam kita bisa makan di China Town, katanya ada tempat yang lo mau cobain?”

“Mau! Mau! Gue kelarin beres-beresnya dulu.”

“Okay,” keduanya saling melepas kecupan sebelum kembali untuk merapikan barang-barang mereka.

“Katanya, jangan menunggu kehilangan dulu, baru belajar menghargai. Benarkah?”

“Nih punya lu kak.” Jasper memberikan botol air mineral ke arah Jemiah.

Thanks Jas.” Jasper mengangguk, mengambil posisi duduk di samping Jemiah.

Mereka sedang istirahat sebentar setelah melakukan latihan sejak pagi.

“Punggung gue sakit deh.” Keluh Leon lalu merebahkan tubuhnya.

“Sakit banget?” Tanya Gavin lalu mendekat ke arah Leon.

“Nggak banget sih kak, kayaknya karena semalam gue kebentur dinding.”

“Coba sini gue lihat.” Leon mengubah posisinya menjadi telungkup.

“Bagian mana yang sakit? Ini?” Leon mengangguk setelah merasakan tangan Gavin menekan pelan sisi kanan punggungnya.

“Perlu cek ke dokter gak Yon?” Tanya Jemiah ikutan penasaran.

“Nggak perlu kak, nanti juga sembuh.”

“Kalau besok masih sakit jangan dibiarin Leon, nanti menganggu aktifitas.” Leon menoleh ke arah Julian.

“Siap bapak ketua, aman.” Pria itu kembali duduk setelah mendengar suara pintu terbuka.

Guys, I am back.” Moses datang membawa beberapa lembar kertas, semua orang di dalam ruangan latihan reflek menoleh.

Pria yang berstatus manager sejak 7DREAM debut itu mengambil posisi duduk di hadapan semua anggota 7DREAM.

“Jadi ini pembagian grup untuk special stage kalian di konser nanti.” Moses membagikan kertas yang ia bawa ke setiap member.

“Siapa yang dapat bertiga?” Tanya Jasper setelah menerima kertasnya.

“Ternyata gue sendiri.” Lanjutnya lalu terkekeh.

“Tumben Julian sama Jemiah gak bareng.” Ucap Gavin setelah melihat daftar pembagian grup.

“Fans perlu gebrakan baru kali.” Jawab Theo asal.

“Loh bukannya fans lebih suka mereka bareng ya?” Jemiah menoleh ke arah Gavin.

“Kata siapa?” Tanyanya bingung.

“Lah lu gak tau kak?” Tanya Leon balik.

“Gue gak harus sama Jemiah terus, udah, stop ribut, balik latihan.” Jemiah melirik Julian yang sudah berdiri, siap untuk kembali latihan.

“Sebelum balik latihan, gue sekalian mau kasih informasi kalau setelah konser penutupan, anniversary project kalian dimulai.” Ucap Moses lalu memberikan lembaran kertas lain ke masing-masing member.

“Wih, udah mau tujuh tahun aja nih.” Celetuk Jasper sambil senyum-senyum.

“Pembagiannya belum ada bang?” Tanya Samuel.

“Belum, agensi belum bilang ke gue. Tapi secara garis besar kayak gitu. Masih ada beberapa bulan lagi buat persiapan sebelum anniversary kalian.”

Semua member mengangguk,

“Berarti abis itu pembaharuan kontrak dong?” Pertanyaan Leon sukses membuat yang lain terdiam.

“Masih lama, kalian pelan-pelan aja mikirnya, jangan jadi beban. Kalau ada yang perlu dibahas secara private sama gue, bilang aja ya.” Balas Moses lalu menepuk bahu para member.

“Kalau gitu sekarang latihan as group ya, Jemi sama Sam duluan.” Putus Moses setelahnya, membiarkan yang lain latihan mandiri di sisi ruangan. Jemiah dan Samuel mengangguk lalu melangkah beriringan ke tengah ruang latihan.

“Julian bantu abang ngecek gerakan mereka, kalau ada yang kurang detail langsung bilang.” Anggota tertua itu mengangguk.

Mata tajamnya memperhatikan setiap detail gerakan dari dua orang di hadapannya sejak musik di mulai.

“Jemiah, too close.” Tegurnya setelah melihat wajah Jemiah nyaris membentur wajah Samuel.

Jemiah mengangguk, masih melanjutkan gerakannya.

“Samuel, tangannya di pinggang bukan bahu.” Tegurnya sekali lagi setelah melihat tangan Samuel di bahu Jemiah.

Sorry.” Samuel masih melanjutkan gerakannya hingga selesai.

Musik terhenti, mereka selesai.

Julian maju,

“Beberapa gerakan masih salah, terutama Samuel.” Julian mengambil posisi di hadapan Jemiah, menggantikan posisi Samuel.

Put your right hand here,” Julian meletakkan tangan kanannya di pinggang Jemiah. Iris mereka bertemu, keduanya saling menatap satu sama lain.

And your left hand here.” Lanjutnya sambil mengarahkan tangan kiri Jemiah ke bahunya.

“Terus buat gerakan berbisik di telinga kiri sebelum gerakan memutar.” Ucap Julian sambil mencontohkan gerakan yang benar untuk Samuel.

Jemiah bergeming,

Do you understand?” Julian melepaskan tubuh Jemiah setelah Samuel mengangguk,

Alasan kenapa Julian lebih paham gerakan tersebut karena Julian pernah melakukannya dengan Jemiah di konser sebelumnya. Ia sangat teliti dengan setiap detail gerakan.

“Jemi jangan menoleh terlalu cepat waktu gerakan inti, nanti wajah kalian saling menabrak.” Ucap Moses yang diangguki Jemiah.

Okay, let’s do one more time terus kita pindah ke grup selanjutnya.” Lanjutnya lalu mulai menyalakan musik.

Mile memperbaiki posisi tubuh Apo yang melangkah dengan goyah, menahan pinggang yang lebih muda dan membiarkan lengan Apo melingkar di bahunya.

I think you are too drunk sayang.” Ucap Mile sambil menahan pinggang Apo karena yang lebih muda kembali goyah.

“Hahaha masa sih?” Tanya Apo lalu terkekeh pelan dengan wajah memerah sampai ke telinga.

I already said to stop, tapi kamu nerima terus minuman dari mereka.”

They are your cousins Mile, your family, I wanna respect them so they can respect you toooooo.” Mile tertegun, jawaban Apo diluar ekspetasinya.

“Panassssh.” Apo menarik dasinya turun.

“Mile panass.” Dengan sigap Mile membantu pacarnya melepas dasi dan jasnya lalu kembali memapah tubuh yang lebih muda.

Are you good now? We almost there.” Apo mengangguk, lalu kembali terkekeh.

Keduanya sedang berada di dalam lift menuju kamar yang sudah di booked Mile.

“Mile?”

“Hm?”

“Hehehe.” Mile tersenyum, pacarnya dalam mode mabuk akan terlihat sepuluh kali lebih menggemaskan.

Apo memiliki toleransi alkohol yang cukup rendah, alias mudah untuk mabuk. Karena itu lah Apo akan berhenti dengan sendirinya jika ia merasa hampir melewati batasnya.

Namun ada pengecualian untuk malam ini, pria itu terus saja menerima wine dan champagne dari kolega Mile bahkan dirinya dengan sengaja menerima ajakan toasts dari para sepupu Mile.

Tidak ada alasan spesifik, mungkin karena ini kali pertamanya lagi menghadiri acara keluarga Mile setelah sekian lama, dirinya hanya ingin meninggalkan kesan baik di lingkungan Mile.

Selain itu diam-diam pria itu ingin semua orang menghargai pacarnya, karena Apo tau Mile cenderung tidak peduli dengan hal tersebut.

“Mile.” Apo menoleh ke arah pacarnya.

“Apa sayang?” Tanya Mile lembut, keduanya bertatapan.

Lima lantai lagi sebelum lantai tujuan mereka.

Dengan cepat Apo menarik leher Mile dan mencium bibir pacarnya itu, sedangkan Mile cukup terkejut dengan gerakan mendadak dari Apo.

Pria yang lebih tua menahan pinggang Apo lebih kencang dan membalas pagutan pacarnya.

Apo semakin melingkarkan tangannya di leher Mile, membawa tubuhnya semakin mepet ke arah pacarnya. Bibir mereka menyesap satu sama lain, sesekali Apo mengigit bibir Mile yang membuat pria itu meringis di tengah ciuman mereka.

Ting

Lift berhenti di lantai tujuan mereka , dan dengan perlahan Mile melepas ciuman keduanya lalu mengelap saliva di sekitar bibir Apo.

“Lanjut di kamar aja ya sayang,” ucap Mile lalu mengecup bibir Apo dan membawa tubuh pacarnya keluar dari lift.

“A-po?” Apo menoleh ketika merasa namanya disebut.

Manik matanya menangkap sosok wanita dengan dress biru yang cukup familiar untuknya.

“Ya?” Jawabnya ragu-ragu, pria itu tidak asing dengan wajah wanita di hadapannya,

Oh God, beneran Apo ya? Masih inget gue gak? Diana.” Tepat setelah wanita itu menyebutkan namanya, Apo seperti mendapat semua ingatannya.

“Diana Meliza?” Wanita itu mengangguk semangat, keduanya reflek saling berjabat tangan dan berpelukan setelah mengenali satu sama lain.

“Apa kabar Apo? Gue gak nyangka banget bisa ketemu lu lagi setelah sekian tahun.” Tanya Diana sambil memperhatikan Apo dari ujung kaki hingga kepala, masih tidak menyangka.

“Baik Na, gue juga gak nyangka ketemu lu lagi, lu baik juga kan?”

“Baik gue, cuma agak capek karena ngejar penerbangan kesini.”

“Penerbangan dari?”

“Hawaii, nyampe kemarin malam, ngejar acara hari ini.”

“Oh? Lu bakal balik lagi?”

“Iya, gue udah menetap disana Apo, gue balik karena acara tunangan kakak gue aja.” Jelas Diana lalu tersenyum.

“Kakak lu? Jadi lu dari pihak cowok?” Diana ngangguk.

“Lu dari pihak cewek ya? Gue baru tau lu keluargaan sama kak Ita.” Pria itu mengibaskan tangan,

“Bukan gue, pacar gue yang dari pihak cewek.” Ekspresi terkejut hadir di wajah Diana.

“Oh? Pacar lu? Yang mana?” Apo menggerakan kepalanya, mencari keberadaan Mile.

“Itu yang berdiri pakai jas biru.” Diana mengikuti arah telunjuk Apo.

“Kayak gak asing gue,”

“Iya emang mukanya pasaran.” Diana menyikut Apo.

“Bukan itu maksud gue Po.” Keduanya tertawa.

“Berarti nanti kita jadi satu keluarga dong.” Ucap perempuan itu antusias lalu menggoyangkan tubuh Apo.

“Belum tentu, kan gue statusnya masih pacar.”

“Iya juga sih, emang kalian udah berapa tahun pacaran?”

“Jalan 3 tahun.” Keduanya mengambil segelas champagne yang ditawarkan pelayan.

“Udah bisa naik ke jenjang yang lebih serius dong Po, atau pacar lu gak mau ngajak serius? Kalo gak mau lu nikah sama gue aja.”

“Lu masih naksir sama gue Na? Nanti gue didatangin cowok lu lagi kayak waktu itu.” Diana reflek meninju pelan lengan Apo.

“Kok lu masih inget aja sih kejadian bangsat itu, lu masih dendam sama gue ya?” Apo menggeleng lalu tersenyum,

“Gue gak pernah dendam sama lu Na, kalo sama mantan lu itu agak dendam dulu sekarang udah nggak lah, udah 10 tahun yang lalu.”

“Asli gue tiap inget itu jadi gak enak mulu sama lu, gue yang naksir lu tapi lu yang kena bogeman mantan sialan gue, sorry ya Po.” Apo menyentil pelan dahi Diana.

“Gak usah dipikirin lagi, kejadian udah 10 tahun lalu. Gue udah lupa malah, inget gara-gara ketemu lu lagi ini.” Mereka tergelak, kenangan dari jaman SMA mereka tiba-tiba teringat kembali.

“Lu gimana Na? Udah taken juga?” Diana mencebik,

“Kalo gue udah nikah, ngapain gue ngajak lu nikah Po.” Apo melebarkan matanya, cukup terkejut dengan fakta yang diucapkan teman sekolahnya itu.

“Lu bukannya punya prinsip nikah muda ya dulu.” Perempuan itu tertawa setelah diingatkan prinsip masa lalunya.

“Tadinya gitu, tapi setelah gue di selingkuhin sama mantan gue, akhirnya gue memutuskan untuk fokus sama diri gue dulu sekalian nunggu kakak gue nikah.”

Apo mendengarkan cerita Diana dengan baik, fakta bahwa keduanya terakhir bertemu ketika kelulusan SMA 9 tahun lalu tidak membuat keduanya canggung. Sebaliknya, perempuan itu menceritakan kisah hidupnya dengan lepas dan penuh tawa.

Diana juga menjelaskan jika dirinya memutuskan menetap di Hawaii setelah putus dengan mantan tunangannya dan menikmati kehidupannya disana.

Ia juga menanyakan kabar Build, Job dan Jeff.


Tanpa sadar keduanya telah berpindah tempat, dari berdiri menjadi duduk di salah satu meja, masih bertukar cerita.

“Tapi serius deh Po, penawaran nikah gue masih berlaku.” Apo tertawa, mengingat perempuan di hadapannya ini pernah malu-malu saat meminta nomornya ketika SMA dulu dan sekarang dengan sangat berani mengajaknya menikah.

“Tapi lu tau tipe gue Na.” Diana ngangguk,

“Gak masalah, nanti kita open marriage aja Po.” Lagi, keduanya terkekeh.

“Sayang,” Apo terkesiap ketika merasakan lengan yang tiba-tiba merangkul pundaknya, ia menoleh dan mendapati Mile yang berdiri di belakang kursinya.

“Eh Mile,” Apo hampir lupa dengan keberadaan Mile karena terlalu asik bertukar cerita.

“Diana, kenalin ini Mile,” Pria itu menunjuk sosok di belakangnya.

“Mile kenalin ini Diana.”

Keduanya saling berjabat tangan,

“Mile, pacarnya Apo.” Ucap Mile santai, tapi Diana bisa menangkap nada yang berbeda disana.

“Diana, calon istrinya Apo.” Apo melebarkan matanya, sedangkan kedua alis tebal Mile tertekuk bingung.

“Calon istri?” Tanya Mile memastikan lalu melirik Apo yang ikut terkejut dengan ucapan Diana.

Perempuan itu tertawa pelan,

“Bercanda, gue teman SMA nya Apo.” Jabatan tangan mereka terlepas.

“Teman SMA? Berarti temannya Jeff juga?”

“Iya, kenal Jeff juga?” Tanya Diana balik.

“Mile itu kakaknya Jeff, Na.” Balas Apo pelan.

“Ahhhh, pantes gue gak asing sama lu kak? Bang? Atau apa nih gue harus manggilnya?”

“Mile aja gak masalah.” Diana mengangguk.

“Kalo gitu Jeff juga harusnya disini dong? Kok lu gak bilang Po.”

“Lu gak nanya Na, tadi dia disini tapi balik duluan karena ada keperluan mendadak.”

“Oh pantesan, btw ini gue tinggal dulu ya Po, kakak gue nyuruh gue kesitu.” Apo ngangguk, setelahnya Diana berdiri, mengangguk ke arah Mile sebelum menjauh dari pasangan itu.

“Seru banget ngobrolnya.” Mile menduduki kursi yang sebelumnya ditempati Diana.

“Ya abisnya lu juga sibuk sama tamu yang lain Mile.” Balas Apo lalu merapikan kerah kemeja Mile.

“Kamu udah capek?”

“Capek sih nggak, cuma agak ngantuk aja.” Mile mengecek jam tangannya, hampir pukul 10 malam.

“Mau pulang sekarang?” Apo menggeleng,

“Bentar lagi kelar terus ada after party kan? Gak enak kalo balik duluan.”

“Katanya ngantuk, gak usah ikut -after party lah ya.”

“Ikut, tadi udah janji sama kak Ita.”

“Tapi kalo terlalu malam kelarnya, kita nginep sini, oke?” Apo sepakat, setidaknya ia bisa mengikuti acara keluarga Mile sampai selesai.

Natta terkekeh geli melihat percakapan antara teman-temannya dan Job di group chat mereka.

“Job masih berisik di grup Nat?” Tanya Asa penasaran,

“Masih Sa, dia mau nyusul kesini katanya, takut lu ngelirik cowok lain.” Asa mendengus.

“Balas Nat, kalau sampi nyusul, gue marah banget.” Natta tertawa,

Okay, ini gue balas.” Dengan cepat jarinya mengetik balasan untuk Job.

Asa memperhatikan sekitar mereka selagi menunggu Niti dan Biu, sampai manik matanya menangkap sosok laki-laki yang mendekat ke arah mereka dengan wajah yang cukup familiar.

“Nat, Nat.” Asa menyikut Natta.

“Hm?” Natta masih sibuk dengan ponselnya.

“Itu arah jam sembilan, kok gue familiar ya? Dia kesini tau Nat.” Bisik Asa masih menyikut Natta.

“Hah? Siapa?” Natta menoleh ke kiri, mengikuti arah pandang Asa.

“Mana sih?”

“Ini yang mendekat ke arah kita pakai kemeja biru.” Setelahnya mata Natta menangkap sosok yang dimaksud.

Belum sempat Natta mengenali wajah tersebut, pria dengan kemeja biru laut sudah berdiri di hadapan mereka dengan senyum yang cukup lebar.

Hallo? Natta kan ya?” Asa melirik Natta yang masih terdiam.

“Nat?” Lagi, Asa menyikut sepupunya itu.

“Hah? Oh? Iya gue Natta.” Natta mengangguk dengan ekspresi bingung yang jelas tergambar di wajahnya.

Oh God, great! Gue nyaris aja ngira salah orang. Lu masih inget gue Nat?” Alis Natta tertekuk, mencoba mengingat sosok di hadapannya.

“Gibran Alan? Tay? Remember?” Ekspresi Natta berubah di detik selanjutnya.

God! Kak Tay????” Pria itu mengangguk dengan senyum yang semakin lebar.

“Apa kabar kak? Random banget ketemunya disini.”

“Baik Nat, iya dari sekian banyak tempat kita malah ketemu disini, how are you Nat? Ini Asa kan ya?” Asa menoleh bingung, bagaimana bisa sosok di hadapan mereka mengenalinya juga.

Pretty good kak, iya ini sepupu gue, Asa. Sa ini kak Tay, masih ingat gak?” Asa melempar senyum canggung, pria itu tidak mengingat Tay sama sekali namun wajahnya cukup familiar untuknya.

“Lupa ya? Hahaha, wajar sih kita udah lama banget gak ketemu. Sekarang stay dimana Nat? Di Singapur?” Natta menggeleng,

“Nggak kak, ini cuma liburan aja sama yang lain.”

“Ahh, berarti masih di rumah lama? Atau udah pindah?”

“Gue udah pindah rumah kak waktu SMP, kak Tay stay disini?” Tay mengangguk,

“Iya Nat, tapi ini minggu terakhir di Singapur. Minggu depan gue udah pindah, balik lagi ke Indo.”

Oh really??? Sedih atau senang nih mau balik?”

“Lebih ke senang sih for now, semoga seterusnya gitu.” Keduanya tergelak.

“Nat, Sa, yuk.” Natta dan Asa reflek menoleh, kedua temannya sudah kembali.

“Oh mau jalan lagi ya, kalau gitu boleh tukeran kontak gak Nat? Kali aja bisa ketemu di Indo.”

“Boleh kak,” Natta mengambil ponsel Tay dan dengan cepat meninggalkan nomornya disana.

Thanks Nat, I’ll contact you later.” Keduanya tersenyum.

“Kalau gitu gue duluan ya Nat, Sa, see you guys later.” Natta dan Asa mengangguk lalu membalas lambaian tangan Tay yang sebelumnya mengangguk ke arah Biu dan Niti.

“Siapa weh?” Tanya Biu penasaran, masih menatap punggung Tay yang menjauh.

“Teman kecil gue sama Asa, cuma dia lupa.” Balas Natta sambil menunjuk Asa.

“Ohh, kok manggilnya kak?” Niti ikut penasaran.

“Kakak kelas, lebih tua juga.” Balas Natta lalu mengajak ketiga temannya untuk berpindah tempat.

“Lu kenapa lemes banget dah.” Tanya Tong ke arah Jj yang sejak tadi mengaduk pastanya tanpa minat,

“Ditinggal gebetannya kak.” Balas Bible lalu melirik ke arah Jj.

“Gebetan?” Dahi tong berkerut bingung.

“Maksudnya anak kuliahan yang tinggal di apart bawah?” Tanya Pong memastikan yang langsung dibalas anggukan oleh Bible.

“Temannya Natta kan dia? Iya gak sih Mile?” Tong menoleh ke arah Mile.

“Iya, temannya Natta.”

“Ditinggal kemana emang?” Kali ini Ping ikut penasaran.

“Ke SG, bareng Natta juga kok. Iya kan bang?” Lagi, Mile mengangguk.

“Iya.”

“Lu mah iya-iya mulu Mile,” Omel Tong.

Mile mendengus,

“Emang iya jawabannya, masa gue jawab nggak? Natta lagi liburan sama teman-temannya termasuk Niti.” Jelas Mile ikut kesal.

“Niti?”

“Nama gebetannya elah kak Tong, lu kalo Jj cerita dengarin gak sih?”

“Heh Bib, ni orang kalo cerita gak nyebut nama ya. Dia selalu ‘baby gue, baby gue’ beba bebi beba bebi muka lu kayak babi!” Balas Tong sengit sambil menunjuk Jj.

Bible dan Ping tidak bisa menahan tawanya.

“Ya emang baby gue sih kak,”

“Kalo masih gebetan gak usah sok baby baby ya anjing, lu bukan sugar daddy-nya. Dia juga belum tentu suka sama lu.”

Ouch, it’s hurt.” Bible menyentuh dadanya, seolah dia yang tersakiti.

“Bacot Bib.” Keempat temannya tergelak.

“Emang sampai kapan liburannya Mile?”

“Ini perasaan Jj yang bad mood tapi kok gue yang ditanya mulu?” Tanya Mile balik lalu menyesap Wine-nya.

“Kan lu tetangganya Natta, Jj lagi gak mood gitu.” Mile menghela nafas.

“Cuma empat hari, short escape. Mereka mau healing di tengah skripsian, udah jelas?”

“Oh healing, ya elah Je lu lebay banget ditinggal empat hari doang.” Jj melirik sinis, lalu mendengus kesal.

“Susul aja sih kalo kangen.” Ceplos Pong.

“Gue juga maunya nyusul, gue udah bilang ke dia kalo gue mau nyusul, gak boleh katanya.”

“Ya lu pikir aja anjing, orang mau healing sama teman-temannya malah bawa om-om.”

“Bangsat Bib, lu bisa diam aja gak!” Bible hanya tergelak, senang mengganggu temannya itu.

“Lu contoh noh Mile, ditinggal Natta juga tapi dia biasa aja.” Ucap Ping santai.

“Kok gue?”

“Bang, lu bisa bedain mana tetangga mana gebetan gak sih?” Tanya Jj kesal.

“Loh? I thought Mile has crush on Natta, no?” Tong menatap Ping, bingung dengan asumsi pria yang paling tua diantara mereka itu.

“Gak habis pikir gue.” Ucap Bible ikut bingung dengan obrolan teman-temannya itu.

“Udah siap Nat?” Tanya Mile tepat setelah menginjakkan kaki di rumah Natta.

Ia melihat Natta memeluk Bara dengan erat, berpamitan dengan adeknya itu.

“Udah Mile, yuk.” Mile mengangguk, segera mengambil alih koper dan ransel milik Natta untuk dimasukkan ke dalam bagasi mobil.

“Lu cuma bawa dua ini aja?”

“Iya, koper kabin sama ransel, gue kan cuma empat hari.” Balasnya sambil mengekor Mile menuju mobil.

Natta memperhatikan Mile yang sedang meletakkan kopernya di bagasi mobil sebelum ia membawa tubuhnya duduk dengan nyaman di kursi penumpang.


Mobil Mile berhenti di area drop off bandara, Natta sendiri yang meminta Mile untuk tidak mengantarnya sampai ke pintu masuk agar pria itu bisa segera pergi ke kantor.

Kedua pria itu turun dari mobil dan segera menuju bagasi belakang,

“Ada yang kurang?” Tanya Mile setelah menurunkan barang bawaan Natta lalu menutup pintu bagasi.

“Gak ada kok, gue kan emang cuma bawa satu koper sama ransel.” Balas Natta lalu menunjuk koper dan ranselnya.

“Ada ah,” Natta mengernyit, memperhatikan Mile yang tiba-tiba sibuk dengan ponselnya.

“Apaan deh?” Tepat setelahnya, ponselnya bergetar.

Alisnya tertekuk bingung setelah melihat satu notifikasi masuk dari mobile banking-nya, dengan cepat ia mengecek mobile banking-nya

Manik matanya membesar setelah melihat sejumlah uang yang masuk ke rekeningnya,

“Mile?! Lu kenapa ngirim duit ke gue sih? Gue balikin ah.”

“Kalo lu balikin, nanti gue transfer lagi dua kali lipat.” Gerakan jari Natta terhenti,

“Buat apa Mile? Gue ada uang kok.” Yang lebih tua ngangguk.

“Anggap aja uang saku dari gue, habisin dah tuh buat healing. Jadi waktu lu balik, makin tambah semangat skripsiannya.” Ujung bibir Natta tertekuk, ia merasa tersentuh.

“Ini seriusan?” Mile mengangguk mantap.

“Gue serius, enjoy your short escape Nat.” Reflek Natta memeluk pria di hadapannya.

Thank you so much Mileno Hakan, harusnya gue yang bayar lu gak sih karena nitip Bara.” Mile terkekeh, sedikit terkejut dengan pelukan Natta.

No worries, Bara aman sama kita bertiga.” Natta melepas pelukannya,

“Kalo gitu gue masuk ya, terimakasih juga udah mau repot-repot antar gue.”

“Gak repot, gih masuk. Safe flight.” Natta tersenyum lebar, kedua matanya membentuk bulan sabit.

Bye Mile.” Keduanya saling membalas lambaian tangan.

Netra Mile memperhatikan punggung Natta sampai menghilang di balik pintu masuk bandara.

Ia tersenyum sebelum kembali masuk ke dalam mobilnya.

Mile menempelkan kartu kamar hotel yang ia terima dari Nakunta ke handle pintu.

Pria itu memutuskan menyusul adek-adeknya ke pantai setelah ia membatalkan janjinya dengan Erika.

Ia melangkah santai dengan tote bag di tangan kirinya, reflek sudut bibirnya terangkat setelah menemukan Natta dalam mode serius duduk di balkon menghadap ke laut.

“Oy!” Natta terlonjak kaget, nyaris menjatuhkan laptopnya.

“Mile!?” Ia mendegus, sedangkan Mile hanya tergelak pelan.

“Lu bisa gak sih salam dulu atau apa gitu, jangan bikin kaget.” Yang lebih tua menyandarkan tubuhnya di pintu kaca.

“Gue udah manggil lu dari tadi, lu nya aja yang gak dengar Nat.”

“Masa?”

“Gue bohong.” Kali ini Mile tertawa lebih keras.

Natta melempar satu bukunya ke arah Mile yang langsung dihindari pria itu.

“Kok tiba-tiba disini?”

“Emang ada larangan gue gak boleh disini?” Tanya Mile balik, memungut buku yang dilempar Natta.

“Ya nggak sih, katanya lu udah ada janji.”

“Gue batalin,”

“Kenapa?”

“Soalnya gue udah ada feeling kalo lu pasti sibuk skripsian padahal udah jauh-jauh ke pantai, eh benar.” Natta berdecak, matanya sedikit menyipit ke arah Mile.

“Gue ngejar waktu biar bisa nikmatin sunset sama lu nih.” Pria itu mengeluarkan sebotol wine dari tote bag yang ia bawa.

“Ke bawah yuk.” Lanjutnya sambil menggerakan botol wine di tangannya

“Gue mager ah Mile, lagian nanggung tau. Sampai bawah juga udah tenggelam mataharinya.” Kali ini Mile yang berdecak.

“Ya udah disini aja, tapi tutup dulu laptopnya. Gue ambil gelas bentar.” Mile kembali masuk ke dalam kamar.

Tangannya mengambil dua cangkir yang di siapkan hotel lalu membawanya ke balkon.

“Serius Mile? Cangkir?” Natta menerima cangkir putih dengan alis tertekuk bingung.

“Adanya itu Nat, gue gak kepikiran bawa wine glass dari rumah elah.” Mile ngambil posisi duduk di kursi sebelah kanan Natta, keduanya merapikan meja yang sebelumnya penuh dengan buku lalu meletakkan botol wine dan dua cangkir putih disana.

“Gue bawa snack juga nih.” Mile mengeluarkan tiga bungkus snack berbeda jenis.

You bought this for wine?” Tanya Natta sambil menggoyangkan bungkus pilus.

“Gue tadi belinya random Nat,” Natta terkekeh, ia sudah hafal sifat random Mile.

Mile membuka wine lalu menuangkannya ke dalam masing-masing cangkir, ia tidak bisa menahan tawanya ketika melihat cairan wine di dalam cangkir yang terlihat cukup aneh.

At least gak langsung negak dari botolnya aja sih.” Ceplos Natta lalu mengangkat cangkirnya disusul Mile.

Cheers!”

Cheers!”

Dentingan cangkir terdengar, mereka menikmati secangkir – iya secangkirwine ditemani matahari yang secara perlahan bergerak turun, menjadikan langit senja berubah menjadi gelap.

Keduanya bertukar cerita yang di selingin bercandaan lucu menuju garing sambil menunggu adek-adek mereka pulang dari beach club untuk makan malam bersama.